Selasa, 06 Oktober 2015

Hukum Korupsi Di Indonesia





HUKUM KORUPSI DI INDONESIA



MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Bahasa Indonesia Keilmuan
yang dibina oleh bapak  Didin Widyartono, S.S., S.Pd., M.Pd.


Oleh
Dwi Lidiawati
130731615709





 








UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Nopember 2013


UCAPAN TERIMAKASIH
            Puja dan puji syukur kehadirat Allah swt, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Korupsi di Indonesia” ini. Dalam makalah ini, penulis mengangkat masalah yang sering sekali di alami oleh bangsa Indonesia. Banyak masalah hukum korupsi yang tidak dapat diselesaikan dengan adil.
Ucapan terima kasih selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Didin Widyartono selaku dosen yang telah membimbing matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan. Kemudian kepada semua pihak yang membimbing dan memberikanan pengarahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam makalah ini, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                                         Malang, 16 Nopember 2013
                                                                                            Penulis










DAFTAR ISI
Halaman
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................. i
DAFTAR ISI                                                                                                           ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang                                                                                           1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1Pengertian KKN                                                                                         3
2.2Tindakan Hukum yang Menangani Masalah KKN di Indonesia               4

BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan                                                                                              ..7
3.2Saran dari Masyarakat                                                                             ..7

DAFTAR PUSTAKA                                                                                            8










                                                 




1.1  Latar belakang
              Korupsi bukanlah masalah yang asing bagi kita, sering kita jumpai kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Korupsi kolusi dan nepotisme adalah masalah yang masih sulit untuk di entaskan bukan hanya di Indonesia, namun masalah itu juga terjadi di negara-negara lainnya. Korupsi menyebabkan banyak sekali masalah yang diakibatkan olehnya.
            Masalah korupsi seakan-akan tidak akan pernah ada habisnya. Satu masalah atau satu kasus korupsi yang terkuak, ada berpuluh-puluh masalah korupsi yang tersembunyi. Namun dalam kesempatan ini penulis bukan hanya membahas tentang masalah korupsinya saja akan tetapi akan menitik beratkan pada tindakan hukum mengenai tersangka korupsi. Pembuktian penegakkan dari hukum pidana korupsi seperti yang dikatakan oleh Alm. Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan “cara pemberantasan korupsi adalah dengan cara pembuktian terbalik terhadap tindak pidana korupsi”. Data korupsi di negara-negara sebagai pengetahuan. Terkorup Asia 2009 versi perc (political and economi risk consultancy), indonesia terkorup 8,32 jika dibandingkan dengan negara besar yaitu Amerika negara terkorup hanya 2,89 dan Auatralia hanya 4,20.

1.2  Rumusan Masalah
2.      Apa KKN itu?
3.      Bagaimana tindakan hukum dalam menangani masalah KKN di           Indonesia?



1.                  Mengetahui tentang KKN
2.                  Menganalisis hukum-hukum di Indonesia mengenai penindak lanjutan                  masalah KKN
                                                                           















BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Pengertian KKN
            Di Indonesia KKN bukan masalah yang asing lagi bagi kita, karena masalah tersebut telah mendarah daging. KKN bukan hanya terjadi pada kalangan pejabat tinggi negara saja, namun KKN telah terjadi pada kalangan perangkat desa sekalipun. Secara khusus disebut kolusi karena terjadi hubungan korupsi secara berjamaah dari pejabat tinggi sampai pejabat terkecil dalam otonomi daerah.  Blau (1964: 88) mengatakan “proses pergaulan sosial dapat digambarkan sesuai dengan petunjuk homans ‘ sebagai suatu pertukaran tindakan yang nyata atau tidak nyata yang sedikit banyak bersifat menguntungkan atau berharga paling sedikit antara dua orang’, pertukaran tindakan korupsi bersama-sama sudah tidak aneh lagi dikalangan pejabat negara Indonesia”. Jadi jika atasan pejabat korupsi tidak dapat dipungkiri bahwa pejabat yang ada di kalangan bawah juga ikut melakukan tindakan korupsi,  ada yang mengatakan takut tidak kebagian jatah uang enak. Sejak kecil kita sudah terbiasa melihat tindakan-tindakan yang merupakan salah satu bentuk korupsi yang sederhana misal, mencontek di kalangan pelajar merupakan bibit korupsi yang tertanam sejak usia dini, dan masih banyak lagi.
            Definisi korupsi menurut etimologi adalah “korupsi berasal dari bahasa latin corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau corruptus (webster Student Dictionary: 1960) selanjutnya disebutkan bahwa “corruptio itu berasal dari corrumpere”. Dari bahasa latin itulah turun kebanyak bahasa Eropa seperti Inggris


: Corruption, corrupt; prancis : corruption dan Belanda corruptie. Dalam bahasa Indonesia disebut korupsi. Arti harfiah dari kata-kata tersebut adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Kemudian disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam kamus Bahasa Indonesia: “ korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya” (Poerwadarminta,1976).
Nepotisme adalah tindakan berat sebelah atau diskriminasi terhadap kerabat atau orang yang dikenal melalui pemberian jabatan tanpa mempertimbangkan kompetensi orang tersebut terhadap jabatan yang akan diberikan. Masalah ini sudah biasa dilakukan sehingga timbul anggapan didalam masyarakat “jika tidak ada orang dalam maka tidak akan mendapat pekerjaan yang diinginkan”. Hingga menimbulkan anggapan yang begitu tidak enak untuk didengar dan dicerna oleh pikiran.
2.3 Tindakan Hukum yang Menangani Masalah KKN di Indonesia
            Kasus korupsi di Indonesia semakin tahun bukan berkurang melainkan semakin meningkat setiap tahunnya, padahal jika kita lihat sudah banyak sekali Undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana korupsi sampai tidak terhitung lagi jumlah pasal dan ayatnya, sampai-sampai dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). UU tentang korupsi dan pembentukan KPK akan mengasosiasikan pikiran kita seakan-akan masalah korupsi dapat diberantas. Padahal telah terbukti dalam sepanjang sejarah, tuntutan pidana atau pemindanaan belaka tidak akan dapat memberantas ganas-ganasnya para koruptor.  Pada dasarnya dalam setiap peraturan perundang-undangan dan KPK selalu menggunakan kata memberantas, tidak ada usaha preventif atau pencegahan korupsi. Hanya ada hukuman-hukuman jika melakukan korupsi. Pada dasarnya hal tersebut adalah usaha preventif secara langsung dengan tujuan agar orang-orang tidak melakukan korupsi, dan agar koruptor yang terkena pemindanaan dengan moral yang baik. Administrasi dan manajemen yang kacau yang menghasilkan adanya prosedur yang berliku-liku dan lain sebagainya.
Mengapa masalah korupsi tidak pernah terjadi penindakan pidana secara tuntas, dengan adanya banyak sekali peraturan perundang-undangan, kepolisian, kejaksaan, KPK dan lain-lain. Komisi dalam statistik kriminal atau perkara dapat dilihat dikejaksaan agung di markas besar kepolisian RI dan Biro Pusat Statistik, tetapi terbatas pada data mengenai perkara yang diurus oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi atau mahkamah agung. Statistik yang sampai di kepolisian hanya perkara-perkara yang dilimpahkan ke kejaksaan negeri karena kejaksaan negeri tidak teratur memberi data kepada kepolisian tentang penyelesaian suatu perkara sampai pada perkara-perkara yang diputuskan oleh pengadilan.
Dari markas besar kepolisian RI tidak ada kolom tentang korupsi, hanya ada kolom penyuapan (Biro Pusat Statistik, 1979). Begitu juga perkara yang dipionir oleh kejaksaan dan yang ditolak oleh hakim untuk dituntut, tidak ada peraturan yang mewajibkan kepada jaksa untuk memberi tahu kepada kepolisian tentang itu, hal tersebut yang mengakibatkan masalah korupsi tidak akan bisa tuntas.
Hukum pidana korupsi di Indonesia sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, seperti pasal 415 KUHP seorang pidana korupsi diancam pidana yang lebih berat maksimum pidana penjara seumur hidup atau denda 30 juta rupiah dibanding dengan penggelapan biasa (pasal 372 KUHP) yang diancam pidana maksimum 4 tahun atau denda 900 ribu rupiah. Peraturan-peraturan diatas hanya merupakan segelintir dari sekian banyak peraturan. Dengan dibuatnya barbagai peraturan dengan dibentuk badan khusus mengurusi korupsi (KPK). Tidak lantas membuat indonesia bebas dari korupsi. Tidak semakin berkurang namun malah sebaliknya yaitu semakin bertambah.
Kita harus akui bahwasanya hukum di Indonesia belum 100 % berjalan adil, tidak memihak, tidak melihat siapa yang diadili tetapi melihat kasus apa yang sedang diadili. Penguasa mampu memanipulasi peristiwa kejahatan. Banyak kasus korupsi tingkat tinggi yang terkuak di publik namun tidak ada titik akhir atau penyelesaian yang adil dan bersih. Seperti contoh kasus bank century, kasus korupsi daging sapi impor sampai sekarang kasus-kasus tersebut tidak tahu dibawa kemana.












BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
            Dalam penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan dana yang dilakukan oleh para pejabat Negara, secara umum. Se­dangkan  nepotisme adalah tindakan berat sebelah atau diskriminasi terhadap kerabat atau orang yang dikenal melalui pemberian jabatan tanpa mempertimbangkan kompetensi orang tersebut terhadap jabatan yang akan diberikan.Penyebab masalah korupsi di atas adalah Mengutip pendapat Smith (Thedore M.Smith,” corruption tradition and change”, Indonesia Cornell University, No. 11 April 1971). Sebagai berikut: “secara keseluruhan korupsi di Indonesia muncul lebih sering sebagai masalah politik dari pada ekonomi, korupsi menyentuh keabsahan (legitimasi) pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan pegawai pada umumnya. … korupsi mengurangi dukungan pada pemerintah dari kelompok elite ditingkat provinsi dan kabupaten”(Mubyarto, 1980:60).
3.2Saran
            Budayakan anti korupsi sejak dini, mulai dari diri sendiri terlebih dahulu, kepada calon pemimpin hendaknya ditanamkan norma, moral, etika, hati yang bersih, amanah dan iman yang baik. Dalam rangka usaha represif dengan memberi hukuman yang berat dan tegas kepada koruptor, dengan aparat yang adil dan berakhlak..



DAFTAR PUSTAKA

Burns, R.T.1987. Manusia, Keputusan, Masyarakat Teori Dinamika Antara Aktor Dan Sistem Untuk Ilmuwan Sosial. Jakarta:PT. Pradnya Paramita.
Hamzah, A. 1986. Korupsi di Indonesia. Jakarta:PT. Gramedia.
Koentjaraningrat.1985. Aspek Manusia Dalam Penelitian Masyarakat. Jakarta:PT. Gramedia.
_____________.1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:Rineka Cipta.
Pelly.U, Menanti, A.1994. Teori-Teori Sosial Budaya. Jakarta:DEPDIKBUD.
Saputra. D, Marfuah, Q.J, Supraptiningsih.2006. Hukuman Percobaan Kasus Korupsi. Semarang:KP2KKN Jawa Tengah.
Zamroni. 1988. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Jakarta:DEPDIKBUD.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar