Selasa, 06 Oktober 2015

SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA PADA ERA REFORMASI TAHUN 1999



SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA
 PADA ERA REFORMASI TAHUN 1999

Oleh : Dwi Lidiawati (130731615709)
Universitas Negeri Malang
Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Offering A/2013


Abstrak
Tulisan ini memfokuskan kepada pendidikan kewarganegaraan masa reformasi. Seperti yang telah diketahui secara umum bahwasanya era reformasi sering didefinisikan sebagai masa kebebasan dari belenggu orde baru, tidak terkecuali dengan dunia pendidikan khususnya pendidikan kewarganegaraan. Legitimasi pemerintah menentukan kebijaksanaan terhadap dunia pendidikan. Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang membahas mengenai masalah-masalah kewarganegaraan yang pada akhirnya warga negara akan memahami harus bagaimana dalam berpikir, bertindak selaku warga negara Indonesia yang baik. Pancasila menurut pandangan reformasi mengalami suatu perubahan. Yakni pancasila sebagai ideologi NKRI yang dapat menyejahterakan rakyat, bermartabat, menghormati hak-hak asasi manusia, menjadikan masyarakat yang demokratis, bermoral religius, dan berkemanusiaan yang beradab. Sehingga dalam pendidikan kewarganegaraan yang berpaku pada ideologi negara juga menyesuaikan dengan adanya suatu perubahan baik substansi maupun konsep dalam pelajaran.
Kata Kunci : Pendidikan Kewarganegaraan, Rakyat Indonesia

 PENDAHULUAN
Manusia adalah sebagai makhluk yang berpikir atau homo sapient, manusia juga merupakan makhluk yang dapat dididik atau homo educandum (sunaryo, Hartono,2008:2).  Sehingga dalam kehidupannya sangat pasti bahwa manusia membutuhkan pendidikan. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang wajib diperoleh oleh manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaanya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia (Tirtarahardja, Sulo. 2005:1). Pendidikan selalu berusaha untuk berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Selama perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di Indonesia telah terjadi bukan hanya perkembangan, tetapi juga telah terjadi perubahan demi suatu progress dari sebuah ilmu pengetahuan. Perubahan dan perkembangan pendidikan kewarganegaraan dikembangkan dalam rangka peningkatan mutu proses belajar (Saripuddin, Ismauni, 1996:v). Perubahan-perubahan tersebut pasti dimaksudkan agar pendidikan lebih baik dari yang sebelumnya serta dimaksudkan untuk upaya peningkatan kualitas dalam pendidikan yang mutlak harus dilakukan.
Pendidikan kewarganegaraan telah muncul sebelum adanya pengakuan yang sah secara de facto dan de jure untuk negara Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan kuno bisa dilihat ketika sistem kesukuan dan kerajaan. Namun secara resmi disebut sebagai sebuah pendidikan di Indonesia adalah mulai tahun 1957 dengan nama pendidikan kewargarganegaraan, tahun 1959 dengan nama pelajaran Civics, tahun 1962 diganti dengan kewargaan negara, tahun 1968 pendidikan kewargaan negara, tahun1975 diganti dengan PMP (Pendidikan moral pancasila), kemudian tahun 1978 PMP dengan materi P-4 nya yang paling dominan. Dan pada awal reformasi tahun 1994 diganti dengan PPKn. Perubahan yang terjadi adalah dengan dicabutnya materi P-4 pada tahun 1999. Dan pada akhirnya diganti dengan pendidikan kewarganegaraan dengan adanya masa reformasi
Dalam penulisan artikel ini sudah terdapat penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para peneliti lainnya namun menggunakan judul yang berbeda. Penelitian terdahulu yang dapat diketahui adalah penelitian dari saudara Harmin dari Universitas Gunadharma yang mengangkat judul pembahasan Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewiraan Menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian penelitian oleh Ardi dari Universitas Gajah Mada dengan judul Perkembangan PKN (Pendidikan Kewarganegaraan). Dari itu peneliti dapat membandingkan penelitian mengenai Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan Di Indonesia Pada Era Reformasi Tahun 1999 dengan penelitian terdahulu.

Metode Penelitian
Penulisan artikel ini merupakan artikel penelitian, sehingga menggunakan metode penelitian sejarah (Historical Research). Menurut Lucey arti dari metodologi sejarah adalah seperangkat sistem yang berisi asas-asas atau norma-norma, aturan-aturan dan prosedur, metode dan teknik yang harus diikuti untuk mengumpulkan bukti sejarah (dalam Syamsuddin, 1984:22). Menurut syamsuddin yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (syamsuddin,1996:17). Langkah-langkah penelitian sejarah adalah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Heuristik merupakan pengumpulan data, pengumpulan data berupa data atau sumber primer dan sumber sekunder.  Menurut Susanto Heuristik merupakan pengumpulan obyek yang berasal dari jaman itu dan pengumpulan bahan-bahan tercetak, tertulis, dan lisan yang boleh jadi relevan (Susanto, 1986:18). Bahan-bahan atau sumber ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Menurut Sjamsudin (1996:80) sumber primer adalah evidensi atau bukti yang yang sejaman dengan suatu peristiwa yang terjadi. Sumber primer yang akan digunakan dalam penelitian ini seperti (arsip pendidikan, foto-foto, dan dokumen yang berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan era reformasi). Sedangkan sumber sekunder berupa (buku pendidikan kewarganegaraan, internet, buku mengenai kurikulum era reformasi). Data lisan dilakukan oleh narasumber yakni dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang bapak Drs. Joko Sayono M.Hum. Setelah mengumpulkan sumber-sumber atau data pada tahap heuristik, maka data-data tersebut harus dikritisi. Didalam tahapan kritik ini terdapat dua macam, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Menurut Syamsuddin kritik adalah menganalisi secara kritis sumber-sumber sejarah (Syamsuddin, 1996:20). Kritik ekstern dalam kaitan teks, dalam penelitian ini berkaitan dengan arsip dan surat kabar. Teks berhubungan dengan bahan yang digunakan untuk menyajikan sumber sejarah, sudah sesuai dengan zaman itu atau anasinkron. Kemudian kritik intern berhubungan dengan autentisitas isi terhadap data. Kritik ekstern dalam kaitannya data lisan. Sumber lisan juga dapat dikritisi untuk mengurangi adanya kemungkinan missing link antara sumber primer atau sumber sekunder dengan sumber lisan. Sumber lisan bisa saja terjadi akibat faktor kesehatan, ingatan, kepentingan-kepentingan tertentu yang bisa saja disembunyikan atau diperbaiki dari peristiwa sejarah yang dilakukan oleh narasumber.
Kritik juga bisa dilakukan pada sumber sekunder, yaitu dengan pertanyaan tentang otentisitas terhadap sumber sekunder. Dapat dilakukan pula dengan membandingkan antara sumber sekunder yang satu dengan sumber sekunder yang lain, demi meminimalisir adanya kepentingan-kepentingan tertentu yang dilakukan oleh penulis.
Setelah itu, peneliti membandingkan dari data yang lolos dalam tahap kritik ekstern antara arsip, surat kabar, dan data lisan. Kemungkinan pasti ada perbedaan, dan kemungkinan besar juga ada persamaan. Dari persamaan dan perbedaan itu sumber-sumber tersebut bisa saling melengkapi dan pasti saling berhubungan dan bergantung satu sama lain.
Tahapan selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi merupakan pelukisan atau pemaknaan terhadap data yang telah lolos dalam tahap kritik. Menurut penulis bahwasanya pendidikan kewarganegaraan yang selalu berubah akibat adanya suatu bentuk tujuan peningkatan mutu atau kualitas baik dari segi belajar maupun segi sikap kewarganegaraan. Khusus yang dibahas adalah pendidikan kewarganegaraan era reformasi. Era reformasi selalu identik dengan adanya kebebasan. Kebebasan yang dimaksud adalah bebas dari segala bentuk penyelewengan dari pancasila dan haluan negara Indonesia. Penyelewengan-penyelewengan tersebut khususnya adalah pemaknaan dari pancasila. Sehingga era reformasi sepatutnya pendidikan kewarganegaraan diubah dengan sebaik-baiknya agar tidak ada pemaknaan yang berbeda dari pancasila seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Tahapan selanjutnya adalah historiografi. Historiograsi merupakan tahap terakhir yang dilakukan dalam metodologi sejarah. Setelah dilakukan heuristik (pengumpulan data), tahap kritik (ekstern, intern), tahap interpretasi. Historiografi menurut Gottschalk adalah usaha untuk mensintesiskan data-data dan fakta sejarah menjadi suatu kisah yang jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan dalam buku atau artikel maupun perkuliahan sejarah (Gottschalk dalam Syamsuddin, 1996:17). Historiografi dalam sejarah bukan hanya dari sumber-sumber sejarah kemudian ditulis begitu saja. Dalam tulisan ini perlu adanya alur yang memudahkan pembaca dapat dengan mudah memahami peristiwa sejarah.

PEMBAHASAN
Gambaran Era Reformasi Dengan Adanya Perubahan Di Berbagai Bidang Khususnya Bidang Pendidikan
Era perebutan reformasi merupakan masa kelam pemerintahan di Indonesia, karena pada masa pemerintahan orde baru telah terjadi praktek pemaknaan pancasila dan demokrasi yang tidak sesuai dengan prinsip dan konsep sebenarnya yang dicita-citakan para pendiri bangsa dan seluruh bangsa Indonesia. Rakyat merasa terbelenggu dengan pemerintahan yang demikian. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa di hari-hari terakhir Soekarno di awal enampuluhan (Suseno, 1996:240). Karena hal tersebutlah para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menuntut reformasi dan menuntut turunnya presiden Soeharto dari kursi jabatannya. Penderitaan rakyat yang begitu besar akibat krisis ekonomi dan politik yang terjadi di Indonesia.
Bentuk-bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh presiden Soeharto era kepemimpinannya seperti, pelaksanaan demokrasi yang tidak sesuai ditunjukkan dengan adanya pemilihan presiden dengan sistem kepartaian yang dikuasai oleh pemerintah, status-status pekerjaan tertentu diwajibkan memilih partai tertentu sehingga dapat mencederai suara rakyat yang sesuai hati nurani, kemudian dominannya P-4 didalam pendidikan PMP yakni pendidikan Mengamalkan Pancasila. Pendidikan kewarganegaraan era Orde batu ditentukan oleh faktor kepentingan untuk membangun negara (state building) dibandingkan dengan membangun bangsa (nation building), hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada sebagai alat untuk keadilan, negara Indonesia sudah kehilangan jati diri bangsa dengan adanya pemaknaan yang berbeda terhadap ideologi negara. rezim yang berkuasa dengan bebas melakukan hal-hal yang mereka inginkan dengan mengatas namakan Pancasila tanpa ada yang menentang ataupun melawan.
Reformasi sangat menentukan suatu perubahan-perubahan yang memabawa perbaikan untuk Indonesia. Dengan adanya pengertian reformasi kepada perubahan suatu sistem yang telah ada di Indonesia. Dengan jalan menurunkan presiden Soeharto dari kursi kepresidenan dan menjalankan sistem reformasi di Indonesia. Reformasi yang berjalan memperbaiki segala aspek bidang, termasuk bidang pendidikan terutama pendidikan kewarganegaraan yang erat hubungannya dengan pemerintahan, kehidupan berbangsa dan bernegara. Masa reformasi dengan giat mengejar kebebasan walaupun terkadang kebebasan tersebut tidak didasari dengan program yang jelas. Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air, termasuk reformasi di bidang pendidikan (Suyanto dan Hisyam, 2001:1).

Pendidikan Kewarganegaraan di Era Reformasi
Kembali kepada hakikat pendidikan kewarganegaraan yang sebenarnya adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sistem pendidikan nasional Indonesia disusun berlandaskan kepada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasar pada pancasila dan UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup bangsa Indonesia (Tirtarahardja, Sulo. 2005:262). Apalagi pendidikan kewarganegaraan, pasti mengacu pada budaya dan sistem pemerintahan yang dianut. Pendidikan kewarganegaraan identik dengan adanya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga maksud dari pendidikan kewarganegaraan itu adalah memberi rambu-rambu harus bagaimana mengamalkan pancasila dan menerapkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika kembali ke masa silam pada era pendidikan kewarganegaraan era orde baru yang dinamakan dengan PMP (Pendidikan Moral Pancasila). Presiden Soeharto dengan bangganya mengobarkan bahwa di Indonesia akan melaksanakan pemurniaan Pancasila. Namun, konsep pemikiran pemurniaan pancasila ini  berbeda dengan konsep pemikiran pancasila yang dianut oleh bangsa Indonesia yang berbeda.
P-4 digunakan sebagai sebuah indoktrinasi wajib dari sebuah ideologi negara yakni pancasila. Soeharto menganggap bahwa ia sangat lekat dengan pancasila sehingga setiap urusan yang berhubungan dengan kepentingan pribadi juga dimasuk-masukan didalam urusan pancasila. Hal ini dapat dibuktikan dengan tulisan dari sebuah buku berjudul Sejarah Indonesia Modern karya M.C.Ricklefs bahwa:
Pancasila merupakan ideologi khas Indonesia yang bisa memandu negara dan warganya serta mampu melindungi rakyat dari ancaman sayap kanan dan sayap kiri. Penyimpangan konsep P4 oleh Soeharto, keluarganya, dan kroninyalah yang merusak konsep tersebut. Soeharto semakin hari tampak menganggap dirinya sebagai perwujudan pancasila, dan menganggap kepentingan pribadnya sebagai buahnya yang layak (637).
Pada era reformasi P4 dianggap tidak wajib lagi untuk dipelajari. Dan secara resmi Konsep P4 dihapus pada tahun 1999. Dan resmi dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan tidak lagi dengan nama PMP (pendidikan Moral Pancasila). P4 yang terdiri dari pancasila
Menindaklanjuti kebijakan pada era reformasi mengenai perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi membawa banyak perubahan termasuk perubahan dibidang pendidikan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Yang intinya pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal tersebut juga tercantum dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 mengenai pemerintah daerah. Harus di ingat bahwasanya kebijakan pendidikan dipengaruhi oleh sistem yang berlaku.
Pendidikan kewarganegaraan dianggap penting pada era reformasi karena sebagai sebuah pembangunan karakter bangsa, sehingga bisa memisahkan diri dari indoktrinasi orde baru yang berlabel pancasila. Sehingga perlu adanya perubahan dalam isi dan konsep pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan yang awalnya adalah dihapuskannya P4 dari substansi penting dalam pendidikan kewarganegaraan, dan tidak diajarkannya lagi materi GBHN (garis-garis besar haluan negara) sebagai tindak lanjut tidak digunakannya GBHN di Indonesia. Awal Pendidikan kewarganegaraan adalah mengedepankan materi mengenai Hak-Hak asasi manusia yang dirasa tidak begitu baik dilakukan ketika masa orde baru. Pada masa orde baru banyak hak-hak manusia yang dilanggar dan hilang begitu saja. Seperti hak hidup, hak berpendapat, hak mengajukan pikiran dan aspirasi di dalam pemerintahan, dan hak-hak asasi manusia lainnya. Indonesia adalah negara yang demokratis. Sehingga sangat penting mengumandangkan adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Selain itu juga adanya desakralisasi Undang-Undang dasar yakni adanya amandemen yang bertujuan untuk menyelaraskan Undang-Undang Dasar dengan kemajuan zaman. Salah satu Undang-Undang yang diamandemen adalah mengenai dwifungsi ABRI. Inti dari amandemen tersebut adalah ABRI bertindak, dan berfikir sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga hanya berfungsi sebagai badan keamanan negara. Dalam kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan yakni tidak diajarkannya dwifungsi ABRI.
Dalam era reformasi pendidikan kewarganegaraan tidak terpusat kepada pendidikan didapat melalui pendidikan formal saja, tetapi juga di dapat dari keluarga dan masyarakat. Sehingga pada era reformasi dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak demi kemajuan bangsa. Pendidikan kewarganegaraan ini terus berkembang sesuai dengan makna pancasila yang sebenarnya sampai saat ini. Dan terus melakukan perbaikan sehingga dapat membentuk warga negara Indonesia yang baik sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pendidikan kewarganegaraan ini berorientasi kepada kajian antardisiplin yang jelas. Disiplin ilmu yang terdapat pada pendidikan kewarganegaraan adalah politik, hukum, dan nilai moral dari Pancasila. Sehingga ketiga disiplin ini memliki pijakan yang jelas. Uraian inti dari kajian materi pendidikan kewarganegaraan era reformasi pada tahun 2006 dapat diketahui antara lain: persatuan dan kesatuan bangsa, norma, hukum, dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuaaan dan politik, Pancasila, dan globalisasi. Dari kajian materi tersebut juga ditekankan sikap dan nilai moral sebagai hasil dari sebuah proses belajar.


PENUTUP
     Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah negara. Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang hakikatnya adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Indoktrinasi Pancasila yang dilakukan presiden Soeharto pada masa orde baru dirasa telah mencederai makna pancasila yang sebenarnya. makna pancasila yang dipegang teguh oleh rakyat Indonesia dan yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Era reformasi di identikan dengan adanya pembebasan. Bebas yang sebebas-bebasnya namun tetap dibatasi oleh konstitusi yang berlaku. Pada era reformasi yang dominan adalah dengan diubahnya substansi materi dari pendidikan kewarganegaraan tersebut. Substansi yang dulunya dianggap sebagai yang paling dominan yakni P4 di tiadakan pada tahun 1999. Dan tidak digunakannya lagi GBHN (garis-garis Besar Haluan Negara) yang dirasa terlalu kental dengan orde baru, dengan otoritas dan indoktrinasi dari presiden Soeharto.
Kebijakan lain yang dapat dilihat pada era reformasi untuk pendidikan kewarganegaraan adalah dengan adanya kebijakan mengenai otonomi daerah. Hubungannya dengan pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Hal tersebut terdapat pada Undang-Undang No.20 tahun 2013 dan Undang-Undang 32 tahun 2004 yang mengatur mengenai pendidikan Nasional dan Otonomi daerah. Tidak digunakannya materi dwifungsi ABRI, dan diganti dengan desakralisasi Undang-Undang Dasar 1945 berjalan sesuai dengan tuntutan zaman. Begitu pula materi ABRI tersebut. Di dalam pendidikan kewarganegaraan diajarkan tentang fungsi ABRI yang sebenarnya sebagai badan keamanan negara. ABRI harus bertindak dan berfikir sesuai dengan zamannya. Tidak selalu dengan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Era reformasi dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak demi memajukan dan melakukan perbaikan untuk Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh dari keluarga dan masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan selalu melakukan perbaikan demi pencapaian penerapan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang maksimal. Hingga sampai saat ini pendidikan kewarganegaraan masih digunakan.

DAFTAR RUJUKAN
Ricklefs, M,C. 2008 (edisi 4). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
Ardi. 2012. Perkembangan PKN Pendidikan Kewarganegaraan. (online) http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/perkembangan-pkn-pendidikan.html diakses 1 desember 2014
Budi Ningsih, C.A. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Harmin. 2011. Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewiraan Menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. (online) http://harmin-newworld.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-pendidikan_03.html diakses 1 Desember 2014
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Rahardjo,M. 2010. Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer. Malang: UIN Maliki Press
Riskamardiana. 2013. Dibalik Perubahan Sebuah Pengkajian Terhadap Pendidikan Kewarganegaraan.  (online) http://riskamardiana.wordpress.com/2013/06/21/dibalik-perubahan-nama-sebuah-pengkajian-terhadap-pendidikan-kewarganegaraan/. Di akses 29 September 2014
Saripuddin, U. 1989. Konsep Dan Strategi Pendidikan Moral Pancasila Di Sekolah Menengah. Jakarta : Mendikbud
Soemanto, Soetopo. 1982. Dasar & Teori Pendidikan Dunia. Surabaya: Usaha Nasional
Sunarto, Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syamsuddin, Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Mendikbud
Tirtarahardja, Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar