SEJARAH
ISLAM : AWAL MASUK DAN BERKEMBANGNYA
AGAMA
ISLAM DI INDONESIA
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Sejarah Islam
yang dibina oleh Yuliati Dra.,M.Hum
Oleh
Dwi
Lidiawat (130731615709)
Faris Sandi (130731615701)
Fensis Afifatul Hidayah (130731616735)
Mushaibah T.W (130731616746)
Pebri
Ramdani (130731615714)
![]() |
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
Oktober 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan.................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Ekonomi Dan Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia
Kala Masa Awal
Kedatangan Islam......................................................... 4
2.2 Proses Masuk Agama Islam Di Indonesia......................................... 10
2.3 Proses Muncul Dan Berkembangnya
Pemukiman-Pemukiman Muslim Dikota-Kota Pesisir............................. 15
2.4 Saluran Dan Cara-Cara Islamisasi Di Indonesia................................ 18
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ........................................................................................... 23
3.2 Saran.................................................................................................. 23
DAFTAR RUJUKAN............................................................................... 24
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan salah satu agama
besar didunia, dimana agama islam lahir di Arab
dibawa oleh Muhammad kemudian menyebar
luas ke berbagai penjuru dunia termasuk indonesia, di Indonesia sendiri agama
islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat baik dari
masyarakat miskin, menengah hingga orang-orang terpandang yaitu seperti
pejabat-pejabat Negara Indonesia.
Masuknya agama
islam di Indonesia belum bisa dipastikan waktunya, karena adanya beberapa
pendapat yang disertai bukti dalam bentuk inskripsi yang kuat. Perlu adanya
penelitian yang lebih konkret lagi. Perkembangan islam tidak lepas dengan
adanya perdagangan, begitu pula perkembangan awal masuk agama islam di
Indonesia. Di Indoneaia agama islam dibawa oleh para
pedagang dengan pelayaran dari jazirah arab, india dan Persia, daerah di Indonesia yang pertama kali
dimasuki orang islam yaitu daerah Aceh
yaitu Malaka dimana daerah
ini sangat strategis untuk berdagang karena letaknya di pesisir sumatera dekat
hubunganya dengan jalur timur tengah dan
juga china. Menurut Yatim bahwa Malaka
menjadi mata rantai pelayaran yang penting (Yatim,1993:192).
Proses
pengislaman jelas merupakan salah satu perubahan penting yang pernah dialami
dunia nusantara (Guillot, Kalus, 2008:v). Sekitar abad ke 13 hingga abad 19
menjadi masa puncak pencapaian islam di Indonesia atau di negara-negara
lainnya, dengan awal perkembangannya tidak lepas dengan adanya perdagangan.
Menurut Yatim bahwa:
perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat
internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dan timur mungkin
disebabkan oleh kegiatan kerajaan islam di bawah Bani Umayyah dibagian barat
dan kerajaan Cina zaman dinasti T’ang di
Asia bagian timur dan kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara
(Yatim, 1993:193).
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kerajaan
Sriwijaya yang ada di Indonesia juga mempengaruhi jalur perdagangan dunia,
sehingga Islam juga turut berkembang dengan sendirinya di Indonesia. Walaupun
hasil islamisasi di nusantara tidak bersamaan di berbagai daerah, karena
disebabkan kondisi politik, sosial, dan ekonomi yang berbeda di tiap daerah.
Menjelang abad ke-11 hingga abad ke-13, masyarakat muslim
sudah ada di Samudera Pasai, Pelak, dan Palembang di Sumatera. Di Jawa terdapat
makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H atau 1082
M, dan terdapat makam-makam islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13
(Yatim,1993). Sudah tentu adanya orang muslim ini sangat erat hubungannya
dengan perdagangan. Inskripsi pada batu nisan Fatimah Binti Maimun dianggap
sebagai inskripsi islam yang tertua di Indonesia, sekaligus sumber asli
tertulis yang tertua tentang kehadiran islam di Kepulauan Nusantara (Guillot,
Kalus, 2008:11).
Dengan
dasar latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang
berjudul “Sejarah Islam : awal masuk dan
berkembangnya agama islam di Indonesia” . Karena awal kedatangan islam di Indonesia
cukup menarik untuk lebih dipahami dimana awal masuk
dan berkembangnya islam di Indonesia menggunakan berbagai cara kedamaian untuk
berkembang secara cepat.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Kerajaan-kerajaan di Indonesia kala masa awal kedatangan islam?
2. Bagaimana proses masuk agama islam di Indonesia?
3. Bagaimana proses muncul dan berkembangnya
pemukiman-pemukiman muslim dikota-kota pesisir?
4. Bagaimana saluran dan cara-cara islamisasi di
Indonesia?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan politik
kerajaan-kerajaan di Indonesia kala masa awal kedatangan islam
2. Mengetahui proses masuk agama islam di Indonesia
3. Menganalisis proses muncul dan berkembangnya
pemukiman-pemukiman muslim di kota-kota pesisir
4. Mengetahui saluran dan cara-cara islamisasi di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisis
Ekonomi Dan Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia Kala Masa Awal Kedatangan
Islam
a. Kondisi Sosial-Budaya
Dan Ekonomi Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia Kala Masa Awal Kedatangan Islam
Kondisi
Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia
Asal
usul kekuasaan Islam telah dimulai pada periode abad 1-5 H atau 7-9 M. Pada periode
ini para pedagang dan mubalig muslim membantu komunitas- komunitas Islam yang
mengajarkan toleransi dan persamaan derajat antara sesama. Ajaran Islam ini
sangat menarik perhatian penduduk setempat. Karena itu, Islam kepulauan
Indonesia terhitung cepat meski dengan damai. Masuknya islam ke daerah-daerah di Indonesia
tidak dalam waktu yang bersamaan. Disamping itu,keadaan sosial politik dan
budaya daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai
ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah semenajung malaka
sampai Kedah. Para pedagang muslim dari Arab, Persia(Iran), dan dari
negeri-negeri Timur Tengah lainnya sejak abad VII dan VIII sudah berperan aktif
dalam pelayaran dan perdangangan internasional melalui Selat Malaka. Masa itu
bersamaan dengan dengan tumbuh-kembangnya Kerajaan Sriwijaya dari segi politik,
ekonomi-perdagangan, dan kebudayaan(Hadi, 2010:31).
Kerajaan
Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang muslim diwilayah
kekuasaannya. Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad
ke-12 M. Pada abad akhir ke-12 M,
kerajaan Sriwijaya mulai memasuki masa kemundurannya. Kemunduran politik dan
ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usah-usaha kerajaan Singasari yang sedang
bangkit di Jawa. Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang-pedagang
muslim untuk mendapatkan keuntungan- keuntungan politik dan perdagangan (Yatim,
1993:195).Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul, dan daerah yang
menyatakan
diri sebagai kerajaan bercorak Islam yaitu kerajaan Samudra Pasai dipesisir
Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak
abad ke-7
dan ke-8 M. Proses islamisasi tentu berjalan disana sejak abad tersebut.
Kerajaan Samudera Pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik
maupun perdagangan. Hubungan dengan Malaka makin ramai sehingga di tempat itu
pun sejak abad ke-14 timbul masyarakat muslim (Poesponenegoro &
Notosusanto, 2010:3).
Kedatangan
Islam yang pertama ke Jawa tidak pula diketahui dengan pasti. Batu nisan kubur
Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M)
mungkin merupakan bukti yang nyata bagi kedatangan Islam di Jawa. Pertumbuhan
masyarakat muslim di sekitar Majapahit
dan terutama di beberapa kota pelabuhannya memiliki hubungan dengan
perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang muslim yang
telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai dan Malaka. Pada
awal masuknya Islam terutama di daerah kekuasaan Majapahit, mungkin belum dapat
dirasakan akibatnya di bidang politik oleh kerajaan-kerajaan Indonesia-Hindu
itu. Kedua belah pihak waktu itu mungkin mementingkan usaha untuk memperoleh
keuntungan dagang. Islamisasi hingga mencapai bentuk kekuasaan politik seperti
munculnya Demak, dipercepat oleh karena kelemahan-kelemahan yang dialami pusat
kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta perang perebutan
kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja.
Ketika
Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada di kerajaan Majapahit masih berkuasa, situasi
politik masih tenang sehingga banyak daerah di kepulauan Nusantara mengakui
keberadaannya. Tetapi sejak Gajah Mada dan Hayam Wuruk meninggal dunia membuat
kerajaan Majapahit mulai mengalami beberapa perpecahan. Yaitu perebutan
kekuasaan di kalangan istana yang terjadi secara terus-menerus.
Situasi
dan kondisi politik di Majapahit yang melemah tersebut, membuat bupati-bupati
pesisir merasa bebas dari pengaruh kekuasaan Majapahit dan pada akhirnya
bupati-bupati yang memeluk agama Islam, menjadi kekuatan baru dalam proses
perkembangan masyarakat.
Kedatangan pengaruh Islam ke
Indonesia bagian timur, yaitu ke daerah Maluku tidak dapat dipisahkan dari
jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran
internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Hubungan antara Maluku dengan Giri
pada khususnya, berlangsung sampai abad ke-18. Peci dari Giri yang diberikan
kepada masyarakat Hitu dianggap magis dan sangat dihormati serta ditukar dengan
rempah-rempah terutama cengkih. Kemuadian untuk waktu yang lama anak-anak orang
terkemuka meneruskan dan menerima petunjuk-petunjuk madrasah (pesantren) Giri.
Jadi, pada masa itu ikatan politik dan ekonomi antara Maluku dengan Jawa terus
hidup. Di sana orang-orang muslim tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang
mengalami perpecahan karena perebutan kekuasaan seperti di Jawa. Melainkan
mereka datang dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan dakwah dan
perkawinan. Mereka menganut kepercayaan nenek moyangnya dan hidup dalam
kelompok-kelompok masyarakat yang dipimpin oleh ketua-ketua kampung. Dalam
islamisasi itu Maluku menghadapi persaingan politik dan monopoli perdagangan di
antara orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris yang menyebabkan
persaingan antara kerajaan-kerajaan Islam sendiri sehingga akhirnya daerah
Maluku jatuh ke tangan kekuasaan politik dan ekonomi Belanda.
Situasi politik di daerah Kalimantan
Selatan menjelang masa kedatangan Islam dapat diketahui dari Hikayat Banjar (Poesponegoro &
Notosusanto, 2010:10). Menjelang kedatangan Islam ke daerah kerajaan Nagara
Daha, setelah sepeninggalan Maharaja Sukrama munculah perpecahan dalam
perebutan kekuasaan antara keturunannya. Sehingga hal ini mendorong proses
Islamisasi dapat berlangsung cepat. Sedangkan di Kalimantan Timur keadaan
politiknya sedikit berbeda. Islamisasi di Kutai dan derah sekitarnya
diperkirakan terjadi pada sekitar tahun 1575.
Sulawesi, pada abad ke-16 di daerah
Gowa telah terdapat masyarakat muslim dan orang-orang Portugis yang juga telah
melakukan hubungan dagang dengan Gowa. Islamisasi pada taraf pertama di daerah
kerajaan Gowa dilakukan pula dengan cara damai. Setelah secra resmi merupakan
kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perang terhadap Soppeng, Wajo, dan
akhirnya terhadap Bone. Kerajaan-kerajaan tersebut secara resmi masuk Islam.
Dapat disimpulkan bahwa kedatangan
Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya,
adalah dengan cara damai. Kemudian apabila situasi politik di kerajaan-kerajaan
itu mengalami kekacauan, dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di
kalangan keluarga raja-raja, agama Islam dijadikan alat politik bagi golongan
bangsawan atau raja-raja yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan
dengan pedagang-pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena penguasaan
pelayaran di lautan dan perdagangan. Apabila telah terwujud kerajaan Islam,
barulah mereka melancarkan perang terhadap kerajaan bukan Islam. Hal itu muncul
karena adanya dorongan politik untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Awal kedatangan Islam di Indonesia
masih belum dapat dipastikan. Ada berbagai pendapat para ahli yang mengemukakan
awal mula kedatangan Islam di Indonesia yang berbeda-beda. Sebagian ahli
berpendapat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-7 masehi.
Hal ini didasarkan pada berita Cina pada zaman T’ang yang menceritakan adanya
orang-orang Ta-shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling
di bawah pemerintahan Ratu Sima yang sangat keras. Sebutan Ta-Shih dalam berita
tersebut diartikan sebagai orang-orang Arab. Menurut Soedjono (2010:162), Chou
Ju-kau yang mengutip berita Chou Ku-Fei tahun 1178 mengatakan bahwa tempat
orang-orang Ta-shih itu ada dua, tempat pertama bernama Folo-an yang termasuk
daerah Sriwijaya dan tempat kedua terletak di Sumatra Selatan.
Pada umumnya, sebagian ahli yang
lain menyebutkan bahwa Islam masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke-13.
Pendapat ini berdasarkan pada dugaan akibat keruntuhan Dinasti Abbasiyah oleh
Hulagu pada tahun 1258 yang menyebabkan banyak penyiar agama Islam melarikan
diri dari Baghdad ke negara-negara tetangga. Hal ini diperkuat oleh berita
Marco Polo pada tahun 1292, berita Ibn Battutah abad ke-14, dan nisan-nisan
kubur Sultan Malik as Saleh tahun 1297. Selain itu, ada juga yang berpendapat
bahwa kedatangan Islam hingga terbentuknya masyarakat muslim di Indonesia pada
abad ke-13 didorong oleh masa arus penyebaran dan kedatangan ajaran tasawuf.
Namun terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Islam telah masuk ke
Indonesia pada akhir abad ke-11 yang ditunjukkan dengan bukti berupa batu nisan
makam Fatimah binti Maimun yang terdapat di Gresik memiliki angka tahun 1082.
Keadaan
sosial masyarakat Indonesia waktu awal keadaan islam masih terdapat kerajaan
bercorak Indonesia-Hindu, seperti di Sumatera terdapat kerajaan Sriwijaya dan
Melayu, di Jawa terdapat kerajaan Majapahit dan Sunda-Pajajaran, di Kalimantan
terdapat kerajaan Negara-Daha dan Kutai. Di Bali masih ada kerajaan
Indonesia-Hindu hingga abad ke-20 (Poesponegoro, Djoened, 2008:14). Kehidupan
keagamaannya masih banyak yang menganut
kepercayaan nenek moyang dan kehidupannya masih dengan dipimpin kepala suku
atau orang tua yang dianggap paling pintar diantara yang lainnya.
Sama halnya antara
penyebaran agama islam dan penyebaran
agama hindu di Indonesia. Berkembangnya kerajaan Hindu di Indonesia tidak
lantas membuat seluruh nusantara mendapat pengaruh Hindu. Banyak daerah-daerah
yang belum tersentuh budaya Hindu. Contohnya adalah kelompok masyarakat di
Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain. Begitu juga penyebaran agama islam
pada taraf awal.
Di Kalimantan
Selatan keadaan sosialnya masih memiliki kepercayaan dinamisme dan animisme.
Islamisasi pertama di Kutai dapat diketahui sekitar 1575 dan berlangsung secara
terus-menerus hingga daerah pedalaman. Di Sulawesi sejak abad ke-15 sudah
didatangi oleh pedagang muslim pada abad ke-16 masih banyak kerajaan
Indonesia-Hindu, dan rakyatnya menyembah berhala. Dan pada tahap selanjutnya
raja Gowa dan Tallo resmi masuk islam pada tanggal 22 September 1605
(Poesponegoro, Djoened, 2008:12).
Menurut
antropologi Budaya, daerah-daerah pedalaman belum banyak mengalami percampuran
jenis-jenis bangsa dan budaya luar sehingga dapat dikatakan bersifat statis
atau bahkan bersifat tertutup terhadap dunia luar, jika dibandingkan dengan
daerah pesisir yang sudah terbiasa mendapat pengaruh kehidupan dan budaya dari
luar, daerah tersebut akan lebih terbuka dan bersifat dinamis. Daerah pesisir
terutama pelabuhan terkesan memiliki perkembangan sosial-budaya yang pesat
diakibatkan adanya percampuran dengan bangsa dan budaya lain. Masa awal islam
banyak daerah pesisir yang beragama islam, tetapi pedalaman belum beragama
islam.
Pemerintahan
masih diketahui oleh kepala suku atau orang-orang tua yang dianggap lebih
pintar dibandingkan orang lainnya. Mengenai bahasa., bahasa yang digunakan pada
waktu awal kedatangan islam adalah bermacam-macam seperti, di Jawa menggunakan
bahasa Jawa Kuno, Sunda Kuno, di Sumatera menggunakan bahasa Semenanjung
Malayu, bahasa Melayu, dan daerah-daerah lain dengan bahasa lain seperti bahasa
Batak, Kubu, Nias, Munangkabau, dan Padang.
b.
Kondisi Politik Kerajaan-Kerajaan Di Indonesia Kala Masa Awal Kedatangan Islam
adanya kekacauan di kalangan keluarga raja dalam usaha perebutan wilayah
kekuasaan membuat beberapa kelemahan baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, dan
politik. Hal itu membuat banyak daerah-daerah yang telah dikuasai oleh kerajaan
bercorak Hindu perlahan melepaskan diri dari kekasaan kerajaan tersebut. Sangat
gamblang dapat terlihat bahwa kekacauan politik menyebabkan daerah Tuban,
Pajajaran, Cirebon, Banten, dan lain-lain membentuk wilayah kekuasaan sendiri
tanpa campur tangan kekuasaan Majapahit lagi.
keadaan
politik di kepulauan Maluku ketika pengaruh islam datang, tidak seperti keadaan
politik yang ada di Jawa. Sedangkan keadaan politik di daerah Kalimantan
Selatan masih dalam kerajaan Indonesia-Hindu, dan dapat diketahui bahwa
kerajaan di Kalimantan Selatan masih memiliki hubungan dengan kerajaan
Majapahit. Hubungan ini akibat adanya perkawinan politik. Islam dapat cepat
masuk di Kalimantan Selatan karena adanya perpecahan antar keluarga kerajaan
dalam perebutan kekuasaan.
Daerah-daerah
di nusantara berhubungan dengan pedagang-pedagang muslim yang memiliki posisi
ekonomi yang kuat, setelah daerah-daerah tersebut menjadi kerajaan yang
bercorak islam, mereka akan menyerang kerajaan-kerajaan yang belum islam. Dapat
dikatakan bahwa islam digunakan bukan hanya sebagai kepentingan agama, tetapi
juga kepentingan politik (Poesponegoro, Djoened, 2008:13).
2.2
Proses
Masuknya Islam ke Indonesia
Muncul
sekitar abad ke-6 di Arab yang dibawakan oleh seorang utusan Tuhan, Muhammad.
Muhammad kemudian mengajarkan agama yang di bawanya itu kepada kerabat dan
keluarganya, barulah setelah Muhammad tiada, agama Islam menyebar hingga
kebelahan dunia. Dari mulai jazirah Arab yang notabennya tempat kelahiran
Muhammad, hingga ke belahan Eropa, dan juga tentunya ke Nusantara. Tetapi,
bagaimana Islam itu masuk ke Nusantara atau Indonesia yang pada zaman sekarang
ini, Islam menjadi agama yang paling banyak di anut di Indonesia, telah ada
agama yang tumbuh dan berkembang yaitu agama Hindu dan Budha, hal ini
dibuktikan dengan adanya banyak kerajaan yang berbasis agama Hindu dan Budha,
seperti kerajaan Kutai yang berdiri pada tahun 4 M, sehingga disebut sebagai
kerajaan pertama di Indonesia. Selain itu ada juga kerajaan yang dasarnya atau
lahir dari agama Budha seperti kerajaan Sriwijaya di belahan Sumatera. Barulah
pada abad ke 7 agama Islam mulai muncul di Indonesia menurut sebagian
sejarawan.
Teori
Masuknya Islam ke Indonesia
Banyak
sekali pertanyaan-pertanyaan yang muncul dikalangan orang sebenarnya kapan dan
siapa yang menyebarkan agama Islam, sehingga Islam begitu sangat diminati
daripada agama-agama lain yang sebelumnya berkembang. Banyak sekali teori-teori
yang menyebutkan tentang darimana dan siapa yang menyebarkan agama Islam di
Indonesia atau Nusantara. Ada perbedaan di kalangan para sejarawan dalam
menentukan teori kedatangan orang-orang yang mnyebarkan agama Islam di
Indonesia. Tetapi meski begitu, pastinya para sejarawan memiliki alasan dan
sumber-sumber tertentu dalam pembuktiannya, karena sudah diketahui sebelumnya bahwa
sejarah merupakan proses menemukan kebenaran pada masa lalu. Tetapi sifat
sejarah itu tidak ada yang sepenuhnya benar hanya mendekati pada kebenaran itu,
maka dari itulah munculnya perbedaan di kalangan para sejarawan dalam
menentukan teori kedatangan agama Islam ke Indonesia. Teori-teori itu adalah
sebagai berikut.
a.
Berita dari Arab
Berita ini diketahui dari pedagang
Arab yang melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang
Arab Telah datang ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang
menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat
termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan
Sriwijaya terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya
dengan sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa. Pendapat ini dikemukakan oleh
Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib Al-Attas dalam
bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan mayoritas
tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka
menuduh bahwa teori yang mengatakan Islam datang dari India adalah sebagai
sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu tidak
murni (Permana, 2011:3).
b. Berita Eopa
Berita ini datangnya dari
Marcopolo tahun 1292 M. Ia adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya
di Indonesia, ketika ia kembali dari cina menuju Eropa melalui jalan laut. Ia
dapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembagkan
kepada kaisar Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di Sumatera bagian utara.
Di daerah ini ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera
dengan ibukotanya Pasai.7
Diantara sejarawan yang menganut teori ini
adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M. Vlekke. (Permana,
2011:3—4)
c. Berita India
Berita ini menyebutkan bahwa para
pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama
dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena disamping berdagang mereka aktif juga
mengajarkan agama dan kebudayaan
Islam kepada
setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di
daerah pesisisr pantai. Teori ini lahir selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh C.
Snouch Hurgronye.
Pendukung teori
ini, diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O.
Van Nieuwinhuize. (Permana, 2011:4)
d. Berita Cina
Berita ini
diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang penulis yang mengikuti
perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak
kira-kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat
tinggal di pantai utara Pulai Jawa.11 T.W. Arnol pun mengatakan para pedagang
Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, ketika mereka mendominasi
perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau abad ke-7 dan ke-8 M.
Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M seorang pedagang
Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera
(disebut Ta’shih), (Permana,2011:4—5)
e. Sumber dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber dari dalam
negeri yang menerangkan berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni
Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu menggunakan huruf dan
bahasa Arab, yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang
meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua,
Makam Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan
tahun 676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di
Gresik yang wafat tahun 1419 M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi
tulisan-tulisan Arab. (Permana, 2011:5)
Dan orang yang menyebarkan agama
Islam di Indonesia dan Jawa sebagai pusatnya adalah Maulana Malik Ibrahim. Ia
dilaporkan mengislamkan kebanyakan wilayah pesisir utara Jawa, dan bahkan
beberapa kali mencoba membujuk raja Hindu-Buddha Majapahit, Wikramawardhana
(berkuasa 788-833/1386-1429) agar masuk Islam. Akan tetapi, hanya setelah
kedatangan Raden Rahmat, putera seorang dai Arab di Campa, Islam memperoleh
momentum di istana Majapahit. Ia digambarkan mempunyai peran menentukan dalam
islamisasi Pulau Jawa dan dipandang sebagai pemimpin para wali sanga dengan
gelar Sunan Ampel, karena di Ampel ia mendirikan sebuah pusat keilmuan Islam.
Pada saat keruntuhan Majapahit, terdapat seorang Arab lain, Syekh Nur al-Din
Ibrahim bin Maulana Izrail, yang kemudian lebih dikenal dengan julukan Sunan
Gunung Jati. Ia kemudian memapankan diri di Kesultanan Cirebon. Seorang sayyid
terkenal lainnya di Jawa adalah Maulana Ishak yang dikirim Sultan Pasai utnuk
mencoba mengaja penduduk Blambangan, Jawa Timur, masuk Islam (Muhsin, 2007:6)
Dari
uraian di atas, maka dapat diambil empat tema pokok. Pertama, Islam dibawa
lengsung dari
Arab; kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru dan penyiar “profesional”,
yakni mereka yang memang khusus bermaksud menyebarkan Islam; ketiga, yang
mula-mula masuk Islam adalah para penguasa; dan keempat, kebanyakan para
penyebar Islam ini datang ke Nusantara pada abd ke-12 dan ke-13. Mengenai tema
yang terakhir ini mungkin benar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di
Nusantara pada abad-abad pertama hijriah, sebagaimana dikemukakan oleh Arnold,
tetapi hanyalah setelah abad ke ke-12 pengaruh Islam kelihatan lebih nyata.
Karena itu, proses Islamisasi nampaknya mengalami akselerasi antara abad ke-12
dan ke-16. (Muhsin, 2007:6)
Kebanyakan sarjana Barat
berpendapat bahwa para penyebar pertama Islam di Nusantara adalah para pedagang
Muslim yang menyebarkan Islam sembari melakukan perdagangan di wilayah ini.
Elaborasi lebih lanjut dari teori ini adalah bahwa para pedagang muslim
tersebut melakukan perkawinan dengan wanita setempat. Dengan pembentukan
keluarga muslim ini maka nukleus komunitas-komunitas muslim pun tercipta, yang
pada gilirannya memainkan andil besar dalam penyebaran Islam Selanjutnya
dikatakan, sebagian pedagang ini melakukan melakukan perkawinan dengan keluarga
bangsawan lokal sehingga memungkinkan mereka atau keturunan mereka pada
akhirnya mencapai kekuasaan politik yang dapat digunakan untuk penyebaran Islam
(Muhsin, 2007:6—7).
Tetapi, apa sebenarnya motif
kenapa para pedagang itu harus menyebarkan agama Islam hingga ke Indonesia dan
agama Islam itu dianut orang-orang Nusantara. Van Leur (dalam Muhsin, 2007:7)
percaya bahwa motif ekonomi dan politik sangat penting dalam masuk Islamnya
penduduk Nusantara. Dalam pendapatnya, para penguasa pribumi yang ingin
meningkatkan kegiatan-kegiatan perdagangan di wilayah kekuasaan mereka menerima
Islam. Dengan begitu mereka mendapatkan dukungan para pedagang muslim yang
menguasai sumber-sumber ekonomi. Sebaliknya, para penguasa memberi perlindungan
dan konsesi-konsesi dagang kepada para pedagang muslim. Dengan konversi mereka
kepada Islam, para penguasa pribumi di Nusantara dapat berpartisipasi secara
lebih ekstensif dan menguntungkan dalam perdagangan internasional yang mencakup
wilayah sejak Laut Merah ke Laut Cina. Lebih jauh, dengan itu dapat
mengabsahkan dan memperkuat kekuasaan mereka, sehingga mampu menangkis jaringan-jaringan
kekuasaan Majapahit.
Sementara itu, Schrieke (dalam
Muhsin,2007:7) tidak percaya bahwa perkawinan antara para pedagang dengan para
keluarga bangsawan menghasilkan konversi kepada Islam dalam jumlah besar. Ia
pun menolak bahwa kaum pribumi pada umumnya termotivasi masuk Islam karena
penguasa mereka telah memeluk Islam. Menurutnya adalah ancaman Kristen yang
mendorong penduduk Nusantara untuk masuk Islam dalam jumlah besar. Menurut dia,
penyebaran dan ekspansi Islam merupakan hasil dari semacam pertarungan antara
Islam dan Kristen untuk mendapatan penganut-penganut baru di kawasan ini.
Dan terakhir adalah A.H. Johns
(dalam Muhsin, 2007:7—8) berpendapat bahwa para sufi pengembara yang terutama
melakukan penyiaran Islam di kawasan ini. Para sufi ini berhasil mengislamkan
jumlah besar penduduk Nusantara. Faktor utama keberhasilan konversi adalah
kemampuan para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang menarik, khususnya
dengan menekankan kesesuaian dengan Islam atau kontinuitas, ketimbang perubahan
dalam kepercayaan dan praktik keagamaan lokal. Johns berpendapat bahwa banyak
sumber lokal mengaitkan pengenalan Islam ke kawasan ini dengan guru-guru
pengembara dengan karakteristik sufi yang kental. Berkat otoritas karismatik
dan kekuatan magis mereka, sebagian guru sufi dapat mengawini putri-putri
bangsawan Nusantara dan memberikan kepada anak-anak
mereka gengsi
darah bangsawan dan sekaligus aura keilahian atau karisma keagamaan.
Konsekuensi dari hal tersebut adalah Islam tidak dapat dan tidak menancapkan akarnya
di kalangan penduduk negara-negara Nusantara atau mengislamkan para penguasa
mereka sampai Islam disiarkan di Nusantara sampai abad ke-13.
Tetapi untuk para pedagang yang
menyebarkan Islam ke Nusantara ini, sebenarnya mereka ingin supaya Islam itu
berkembang di sana. Karena sudah kewajiban mereka untuk menyebarkan agama Islam
kapan pun dan dimana pun, termasuk kedatangan mereka di Nusantara.
2.3 Proses Muncul
Dan Berkembangnya Pemukiman-Pemukiman Muslim Di Kota-Kota Pesisir
Tidak
lepasnya peran perdagangan dalam penyebaran agama islam turut menimbulkan
adanya komunitas-komunitas muslim yang ada di pesisir. Hal tersebut disebabkan
karena pada waktu itu jalur perdagangan internasional yang paling penting
adalah jalur laut atau jalur pelayaran. Oleh karena itu pesisir laut terutama
di daerah pelabuhan yang digunakan sebagai tempat persinggahan kapal-kapal
dagang, masyarakatnya mudah menerima atau bersifat terbuka terhadap adanya
budaya-budaya luar yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari luar Indonesia,
tidak terkecuali agama islam yang dibawa oleh pedagang asal Gujarat, Arab,
Persia, dan India. Pada abad-abad awal masuknya islam, Malaka merupakan tempat
persinggahan yang penting di Indonesia. Karena disana terdapat banyak
pedagang-pedaganng dari dunia internasional khususnya Cina, India, dan pedagang
muslim yang singgah untuk membeli atau mennjual komoditi-komoditi dagang dari
negara-negara masing-masing. Dengan demikian Aceh merupakan daerah pertama yang
mendapat pengaruh mengenai agama islam. Menjelang abad ke-13, dipesissir Aceh
sudah ada pemukiman muslim (Yatim, 1993:196). Aceh sebagai daerah yang pertama
mendapat pengaruh agama islam, sehingga kerajaan islam pertama di Indonesia yakni
samudara pasai juga berada di daerah itu pula. Munculnya kerajaan islam pertama
itu selain faktor perdagangan, juga faktor kemunduran kerajaan Sriwijaya,
sehingga membuka kesempatan bagi muslim untuk mendirikan kerajaan islam.
Adanya
kerajaan Samudra Pasai ini mengakibatkan islam dengan pesat berkembang di Indonesia,
pasalnya Samudra Pasai mulai menakhlukan wilayah-wilayah di Nusantara sebagai
daerah kekuasaannya dan menyebarkan ajaran agama islam. Munculnya kerajaan
Samudra Pasai sebagai hasil dari islamisasi yang dilakukan oleh
pedagang-pedagang muslim. Selain kepentingan politis juga tersirat kepentingan
agamis. Kekuasaan orang-orang muslim semakin terbuka lebar dengan adanya
kerajaan Samudra pasai dan membuat pertumbuhan masyarakat muslim Indonesia
terus mengalami perkembangan terutama di kota-kota pelabuhan. Islamisasi di
Indonesia tidak terjadi serentak, walaupun di Aceh sudah banyak rakyat muslim,
tetapi tidak dapat dipastikan bahwa seluruh Aceh pada abad ke-13 beragama
islam. Antara daerah pesisir dan pedalaman dalam dan daerah pesisir lebih sering mendapatkan
pengaruh dari luar, sedangkan wilayah dan masyarakat pedalaman lebih bersifat
tertutup dan tradisional dalam menerima kebudayaan luar sehingga lebih lama
dalam melakukan perubahan dalam hal yang baru. Berdasarkan berita Tome Pires
(1512-1515) dapat diketahui bahwa daerah-daerah dibagian pesisir Sumatera utara
dan timur selat Malaa mulai dari Aceh hingga Palembang sudah banyak terdapat
masyarakat dan kerajaan bercorak islam, namun juga banyak kerajaan yang belum
islam (Poesponegoro, Djoened, 2008:4).
Selain
islamisasi di Aceh, di Jawa juga ada sebuah bukti yang menyebutkan bahwa pada
abad ke-11 sudah ada komunitas islam di Jawa. Hal tersebut dapat diungkapkan
karena dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik. Selain
di Gresik di Jaawa juga sudah terjadi islamisasi dengan bukti makam nisan kubur
di Troloyo, Trowulan, dan Gresik. Sama halnya didaerah-daerah lain, di Jawa proses
islamisasi tidak serentak dalam tatanan waktu karena hanya berkutat pada kota-kota pelabuhan
atau pemukiman-pemukiman yang ada di pesisir. Menurut Tome Pires menceritakan
bahwa adanya kerajaan-kerajaan yang bercorak Indonesia-Hindu, baik didaerah
pedalaman Jawa Timur maupun Jawa Barat, disamping adanya kerajaan yang bercorak
islam di Demak dan daerah-daerah lainnya dipesisir utara Jawa timur, Jawa
tengah, dan Jawab barat (Poesponegoro, Djoened, 2008:6). Dipesisir utara ada
beberapa pelabuhan yang penting seperti pelabuhan Banten, Cirebon, Tuban,
Jepara, Pajajaran, dan lain-lain. Sehingga daerah-daerah itu muncul sebagai
kota-kota baru yang ramai dan menjadi pemukiman-pemukiman orang muslim.
Pertumbuhan tempat-tempat hasil islamisasi adalah Samudra Pasai, Pidie, Aceh,
Palembang, Jambi, Malaka, Demak, Gresik,
Tuban, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Gowa-Tallo, Makasar, dan Banjarmasin.
Tempat-tempat tersebut sudah bisa dianggap sebagai kota, diantaranya sebagai
kota yang berfungsi sebagai kota pusat kerajaan, sebagai pusat kota kadipaten,
atau sebagai pusat kota pelabuhan (Soedjono, R.P.
2010:253).
Islamisasi
di Jawa erat hubungannya dengan jatuhnya Malaka di tangan Portugis pada tahun
1511 M. Pelayaran dan perdagangan beralih melewati pantai-pantai utara Jawa.
Islam di Jawa walupun sudah berkembang tidak lantas langsung menggantikan
kerajaan Hindu yang telah lama menduduki Jawa pada saat sebelum masuknya islam
di Nusantara. Adanya kerajaan yang bercorak islam di Jawa yakni kerajaan Demak,
namun di Jawa dalam waktu itu masih ada kerajaan Majapahit, walaupun pada masa
itu Majapahit telah menunjukkan adanya kemunduran. Kemunduran kerajaan
Hindu-Budda di Nusantara juga salah satunya dipicu dengan adanya kerajaan islam
yang berpengaruh besar. Perkembangan masyarakat muslim di kota-kota pesisir dan
disintegrasi politik dipusat kerajaan Indonesia-Hindu Menurut Yatim bahwa dibawah
bimbingan spiritual sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari wali songo,
Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai kraton pusat (Yatim,
1993:199). Awal masuknya agama islam di pesisir utara Jawa berpusat
didaerah-daerah yang dikuasai Majapahit. Majapahit yang telah menunjukkan
adanya kemunduran membuat daerah-daerah yang telah mendapat pengaruh islam secara
bebas dan berani melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Majapahit.
Pada
tahun 1526 kerajaan Indonesia-Hindu yang berpusat di Kadiri sudah tumbang oleh
kekuasaan islam, namun saat itu masih ada kerajaan-kerajaan kecil seperti
Pasuruan, Panarukan dengan pusat kerajaan Blambangan yang masih belum bercorak
islam (Posponegoro, Djoened, 2008:7). Pada tahun 1526-1527 pula pelabuhan-pelabuhan
di Pajajaran sudah dapat ditakhlukan oleh orang muslim, tetapi didaerah
pedalamannya masih belum islam.
Islamisasi
di daerah-daerah lain menyusul dari dari abad 13 hingga abad 19. Komunitas
muslim selalu berkembang terutama didaerah pesisir. Di pesisir utara wilayah
Jawa barat yang menjadi pusat pengaruh adalah daerah Cirebon.
2.3 Saluran Dan
Cara-Cara Islamisasi Di Indonesia
Terdapat pula perbedaan pendapat
para ahli tentang asal dan golongan-golongan yang membawa masuk agama Islam ke Indonesia.
Para ahli yang mengemukakan bahwa Ta-shih adalah orang-orang Arab,
berkesimpulan bahwa orang-orang muslim yang mengenalkan agama Islam di
Indonesia adalah langsung dari Arab. Namun ada juga yang mengemukakan bahwa
Islam tidak langsung datang dari Arab, melainkan berasal dari Gujarat (India).
Pendapat ini didasarkan pada unsur-unsur Islam di Indonesia yang menunjukkan
persamaannya dengan India. Hasil penelitian kepurbakalaan J.P. Moquette
mengenai nisan kubur dari Samudera Pasai yang memuat nama Sultan Malik as Saleh
yang berangka tahun 696 H atau setara dengan 1297 M dan beberapa nisan lainnya
dari abad-abad berikutnya yang terbuat dari pualam menunjukkan pembuatan yang
berasal dari Gujarat. Selain itu, S.Q. Fatimi berpendapat bahwa orang-orang muslim
yang membawa Islam ke Indonesia berasal dari Benggala. Hal ini didasarkan pada
berita Tome Pires serta aliran tasawuf yang masuk ke Malaka dan kemudian ke
Indonesia (Daliman, 2012:37).
Golongan-golongan yang membawa dan
menyebarkan Islam ke Indonesia adalah pedagang. Dalam hal ini, para ahli
memiliki pendapat yang sama karena sesuai dengan jalur kedatangan Islam yang
melalui jalan
pedagangan, maka pembawa Islam adalah golongan pedagang tersebut. Para pedagang
Islam merupakan tokoh misi yang umum di negeri-negeri asing karena peluasan dan
sifat misi pada Islam adalah bahwa setiap muslim merupakan pendakwah agama.
Selain itu, pada abad ke16 / ke-17 ketika hubungan antara Mekah dan Indonesia
sangat lancar, beberapa orang Indonesia bermukin di mekah. Setelah mereka
kembali ke Indonesia, mereka membawa ajaran Islam yang telah mereka pelajari
selama di mekah untuk dikenalkan di Indonesia.
Menurut Daliman (2012:39), masuk
dan berkembangnya Islam ke Indonesia berjalan secara damai dan lancar sehingga
mudah diterima oleh bangsa Indonesia sendiri yang ramah dan sangat toleran. Islam memberi persamaan, sehingga memiliki konsep yang
berbeda dari agama yang terdahulu yaitu agama Hindu. Kemudahan islamisasi di
Indonesia diakibatkan dua pihak yakni adanya orang muslim yang menyebarkan
agama islam dan orang Indonesia yang bersifat terbuka menerima agama islam yang
datang. Selain itu kemudahan islamisasi itu didukung dengan adanya goncangan
politik, ekonomi, sosial-budaya yang disebabkan oleh kerajaan Indonesia-Hindu.
Pada mulanya, saluran islamisasi
yang berkembang di Indonesia adalah perdagangan. Penggunaan perdagangan sebagai
saluran islamisasi sangat menguntungkan karena bagi kaum muslim tidak ada
pemisahan antara berdagang dan kewajiban menyampaikan ajaran Islam kepada pihak
lain. Para pedagang muslim yang berdatangan di pusat-pusat perdagangan sebagian
ada yang tinggal, baik untuk sementara waktu ataupun untuk menetap. Di antara
golongan pedagang tersebut, sering kali ada yang menjadi syahbandar pelabuhan
dalam suatu kerajaan, sehingga status sosial-ekonomi yang dimiliki oleh
pedagang-pedagang tersebut karena kekayaan atau kepandaiannya membuat
orang-orang pribumi terutama anak-anak
bangsawan tertarik untuk menjadi istri dari saudagar-saudagar tersebut.
Pedagang-pedagang yang datang ke negeri lain umumnya tidak membawa istri,
mereka cenderung membentuk keluarga di tempat yang mereka datangi. Tidak sulit
bagi mereka untuk mendapatkan perempuan pribumi, tetapi pernikahan yang menjadi
penghalang adalah keyakinan para perempuan pribumi yang masih menyembah
berhala. Oleh karena itu, perempuan-perempuan yang ingin dinikahi terlebih
dahulu diislamkan dengan cara membaca syhadat. Hal ini tidak berlangsung dengan
sulit karena tanpa melalui pentasbihan atau upacara-upacara panjang lebar dan
mendalam. Dengan cara perkawinan ini, lambat laun lingkungan mereka semakin
luas dan muncullah kampung-kampung, daerah-daerah, dan bahkan kerajaa-kerajaan
muslim.
Saluran islamisasi melalui
perkawinan akan lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar, ulama,
atau golongan muslim lain dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati. Hal
ini disebabkan oleh status sosial-ekonomi dan politik raja-raja,
adipati-adipati, dan bangsawan-bangsawan dapat mempercepat islamisasi
(Soedjono, 2010:171).
Tasawuf juga merupakan salah satu saluran islamisasi
yang berfungsi membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia dan berperan penting
dalam organisasi masyarakat kota-kota pelabuhan. Guru-guru yang mengembara
menjelajahi seluruh dunia mengajarkan teosofi yang telah bercampur antara yang
telah dikenal oleh bangsa Indonesia dan keyakinannya sendiri. Guru-guru tasawuf
ini dapat mengawini putri-putri bangsawan sehingga anak-anak mereka memiliki
pengaruh keturunan raja. Pedagang-pedagang
islam menunjukkan sifat dan sikap yang baik untuk dijadikan panutan, pada
dasarnya raja adalah seorang yang dapat digunakan panutan, tetapi setelah islam
datang rakyat merasa bahwa orang muslim lebih pantas digunakan sebagai panutan,
tidak hanya karena faktor memiliki sikap dan sifat yang baik, tetapi juga
pengetahuan yang luas mengenai agama.
Selain yang telah disebutkan di
atas, saluran islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan yang diselenggarakan
di pesantren. Pembinaan terhadap calon-calon guru-guru agama, kiai-kiai, atau
ulama-ulamaterjadi di pesantren. Setelah keluar dari pesantren, mereka kembali
ke kampung atau desanya dan menjadi tokoh keagamaan, menjadi kiai yang
mendirikan pesantren lagi. Semakin terkenal seorang kiai, pesantrennya akan
semakin terkenal pula dan pengaruhnya akan mecapai wilayah yang lebih jauh.
Raja-raja dan kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai-kiai atau ulama-ulama
sebagai guru atau penasihat agamanya.
Cara-cara
islamisasi di Indonesia disesuaikan dengan konsidis sosial-budaya yang telah
ada. Islamisasi dilakukan pula melalui
kesenian, seperti seni bangunan, seni ukir, seni musik, dan seni sastra. Dalam
hal ini islamisasi tentu dilakukan dengan damai. Hal ini terlihat pada
peninggalan-peninggalan yang menunjukkan penerusan tradisi pra-Islam. Beberapa
masjid kuno dapat mengingatkan kita pada seni bangunan candi. Beberapa ukiran
pada masjid kuno seperti di Mantingan, Sendang Duwur, menunjukkan pola yang
diambil dari dunia tumbuhan dan hewan mengingatkan pada pola-pola ukiran di
candi Prambana dan beberapa candi lainnya. Selain itu, terdapat pula
nisan-nisan kubur yang menunjukkan unsur seni ukir Indonesia pra-Islam.
Seiring dengan islamisasi melalui
seni bangunan dan seni ukir, saluran dan cara islamisasi juga dilakukan melalui
seni musik, sastra, dan lauinnya. Dalam upacara keagamaan seperti Mulud Nabi
sering dipertunjukkan seni tari atau musik tradisional seperti gamelan. Cabang
kesenian yang terkenal dijadikan alat islamisasi adalah pertunjukan wayang
seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Sedangkan islamisasi melalui seni
sastra terbukti pada naskah-naskah lama, babad-babad, dan hikayat-hikayat yang
ditulis dalam bahasa daerah dengan menggunakan huruf Arab. Beberapa kitab
tasawuf juga diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu maupun bahasa daerah lainnya.
Yatim
(2013:203) mengungkapkan bahwa di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan
rakyatnya memeluk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Dalam hal
ini, politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah-daerah tersebut.
Selain itu baik di Sumatra, Jawa, maupun di Indonesia bagian timur terdapat
kerajaan-kerajaan Islam yang memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam demi
kepentingan politik. Kemenangan yang diraih oleh kerajaan Islam akan
berpengaruh secara politik dan menyebabkan banyak penduduknya masuk Islam.
Selain melalui jalur perdagangan
islam masuk dan berkembang di Indonesia melalui. Pertama, jalur dakwah yang dimana dakwah ini dilakukan oleh para
mubaligh yang datang bersamaan dengan para pedagang, mubaligh itu juga bisa
disebutkan sebagai sufi penggembara karena dia seperti seorang penggembara
dalam menyiarkan agama, harapanya supaya islam cepat masuk dan berkembang luas
di seluruh wilayah Indonesia. Kedua, jalur
perkawinan antara pedagang muslim,
mubaligh dengan anak bangsawan nusantara, dimana semakin lama semakin
banyak orang islam sehingga membentuk inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat
muslim. Ketiga, pendidikan dan
kesenian, pusat-pusat dari perekonomian menjadi pusat pendidikan ajaran islam
dan penyebaran agama islam, sedangkan kesenian sangat membantu berkembangnya
agama islam, apalagi islam sebelum masuk di Indonesia sudah terlebih dahulu
masuk dan berkembang di india maupun Persia yang dimana daerah tersebut cukub
terkenal dengan kesenianya sehingga tidak menutup kemungkinan kesenian cukub
berpengaruh dalam masuk dan berkembangnya islam di Indonesia.
Di Maluku cara
penyebaran agama islam dengan cara dakwah, perdagangan, dan perkawinan.
Islamisasi di Sulawesi Selatan dilakukan secara damai.
Dapat disimpulkan
bahwa kedatangan islam dan cara penyebarannya kepada golongan bangsawan dan
rakyat pada umumnya adalah dengan cara damai, melalui perdagangan, dan dakwah
oleh mubaligh-mubaligh atau orang-orang alim (Pesponegoro, Djoened, 2008:13).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Kondisi sosial-budaya, ekonomi, dan politik di
Indonesia pada saat kedatangan islam menuai beberapa perbedaan. Keadaan antara
di Jawa dan di luar Jawa memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Pada umumnya
kondisi sosial-budaya, ekonomi, dan politik mendukung untuk islam masuk dan
mudah diterima oleh bangsa Indonesia
2. proses masuknya islam di Indonesia belum pasti kapan
waktu tepatnya. Karena sumber-sumber yang menyebutkan belum bisa menjamin bahwa
semua rakyat Indonesia telah menganut agama islam. Nisan Fatimah binti Maimun
sering digunakan sebagai acuan islam pertama di Jawa
3. munculnya pemukiman-pemukiman di pesisir pantai
disebabkan jalur lalu lintas pada zaman dahulu berhadapan dengan jalur
pelayaran. Jalur ini bukan hanya sesama bangsa Indonesia, tetapi juga merupakan
jalur perdagangan secara internasional. Sehingga dari hal tersebut membentuk
pemukiman-pemukiman orang muslim baik orang muslim pedagang dan muslim mualaf
dari rakyat pribumi
4. saluran atau cara yang digunakan dalam islamisasi
bermacam-macam, tetapi pada umumnya islamisasi di Indonesia dilakukan secara
damai. Baik dengan perdagangan, perkawinan, kesenian, dan lain-lain
3.2
Saran
Penulis memahami bahwa penulisan makalah ini belum sempurna
dan memiliki banyak sekali kekurangan,
sehingga penulis mengharapkan saran yang membangun agar makalah ini menjadi
lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN
Daliman,
A. 2012. Islamisasi dan Perkembangan
Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
Guilot, Kalus.2008. Inskripsi
Islam Tertua Di Indonesia. Jakarta: KPG (Keperpustakaan Populer Gramedia)
Hadi, A.2010. Indonesia
Dalam Arus Sejarah: Kedatangan Dan Peradaban Islam. Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve
Hakim, Mubarok. 2008. Metodologi
Penelitian Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://pensa-sb.info/wp-content/uploads/2011/03/SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KE-INDONESIA.pdf
diakses pada 9 Oktober 2014
Muhsin, M.Z.
2007. Teori Masuknya Islam ke Nusantara
Sebuah Diskusi Ulang. (online)http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/teori_masuknya_islam_ke_nusantara.pdf
diakses pada 9 Oktober 2014
Permana,
R. 2011. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia. (on line)
Soedjono,
R.P. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III
Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Yatim, B. 1993. Sejarah
Peradaban Islam.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar