SALING MENGHARGAI ANTAR AGAMA
(ISLAM, KRISTEN, HINDU)
DI DESA TEPAS, KECAMATAN KESAMBEN,
BLITAR JAWA TIMUR
BENTUK KERUKUNAN DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT
Oleh :
Dwi Lidiawati (130731615709)
Pendidikan Sejarah
Offering A/2013 FIS UM
Email : dwilidia57@gmail.com
A.
PENDAHULUAN
Agama
memiliki peranan yang luas di kehidupan manusia. Agama merupakan suatu ciri
kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua masyarakat
mempunyai cara-cara berpikir pada pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk
di sebut “agama” atau religius (Ishomuddin, 2002:29). Ciri masyarakat yang
beragama islam akan condong kedalam kehidupan yang islami, begitu pula dengan
agama-agama lainnya seperti agama Kristen, Hindu, Buddha akan condong di
kehidupan agamanya. Di Negara-negara modern, mungkin hal tersebut tidak akan
memberi pengaruh yang besar di dalam setiap segi kehidupan. Karena agama hampir
tidak ikut terlibat di dalam kehidupan umum atau kehidupan duniawi. Karena di
khawatirkan dapat mengganggu urusan publik. Di Indonesia adalah negara yang
tetap berpegang teguh pada agama dan di libatkan di dalam setiap segi
kehidupannya. Karena agama memiliki fungsi yang penting. fungsi agama menurut
Ishomuddin adalah sebagai edukatif,
penyelamat, sebagai pendamaian, sebagai social control, sebagai pemupuk rasa
solidaritas, transformatif, kreatif, dan fungsi sublimatif (2002:30).
Negara Indonesia adalah
mayoritas beragama Islam, namun disamping agama Islam terdapat agama-agama lain
seperti agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha. Begitu pula dengan daerah yang
menjadi penelitian yakni di desa Tepas, Kecamatan Kesamben, Blitar, Jawa Timur.
Di dalam desa ini terdapat tiga penganut agama yakni mayoritas Islam, dan
terdapat agama Kristen serta agama Hindu. Di dalam masyarakat yang majemuk
seperti ini akan membutuhkan rasa toleransi yang tinggi diantara anggota
masyarakatnya. Agama islam yang fundalisme akan sulit untuk hidup rukun di
lingkungan semacam ini. Sehingga dibutuhkan masyarakat yang berpandangan bahwa
agama bukan pengalang terciptanya kerukunan antar manusia sehingga bernar-benar
tercipta kerukunan beragama dan bermasyarakat. Hari raya merupakan hal yang
penting di dalam kegiatan beragama. Sehingga toleransi yang ekstra di butuhkan.
Dalam penelitian ini penulis membahas mengenai “Saling Menghargai Antar Agama Di Desa Tepas, Kecamatan Kesamben Blitar
Jawa Timur Bentuk Kerukunan Dalam kehidupan Bermasyarakat”. Menciptakan
kehidupan yang sejahtera, rukun, tanpa menimbulkan konflik diantaranya.
Perbedaan dijadikan sebagai keindahan, dan menjadikan kebersamaan sebagai kunci
dalam hidup bermasyarakat.
B. PERMASALAHAN
Permasalahan
yang dibahas di dalam tulisan ini adalah menghargai agama yang di miliki oleh
tiap-tiap individu dalam masyarakat yang akhirnya menjadi bentuk kebersamaan
dan kerukunan. Perbedaan agama bukan menjadi ajang persaingan yang akan
berujung pada konflik. Namun, digunakan sebagai bentuk toleransi yang tinggi
diantara masyarakat di desa Tepas, Kecamatan Kesamben Blitar Jawa Timur. Di dalam
masyarakat yang majemuk lebih menuntut toleransi yang tinggi bukan acuh atau
tidak memperdulikan anggota-anggota masyarakat pada pihak yang lainnya.
Dalam
kehidupan masyarakat yang majemuk, majemuk di sini lebih mengarah pada
perbedaan agama yakni Islam, Kristen, dan Hindu. Tradisi-tradisi keagamaan yang
dimiiki oleh individu (agama yang satu) menjadi bersifat kumulatif dan kohesif,
yang menyatu kebenaragaman (Robertson, 1980:IX). Apakah benar Lafath ayat
terakhir dalam surat Al-Kafiirun di anut benar-benar oleh masyarakat yang
beragama Islam di Desa Tepas, Kecamatan Kesamben, Blitar Jawa Timur yakni “agamamu-agamamu,
agamaku agamaku”?
Di
dalam masyarakat yang agamanya majemuk, apakah tidak ada pengaruh yang di bawa
di dalam kehidupan beragama yang satu dengan yang lainnya? Karena masyarakat
yang condong kepada sekulerisme akan lebih mudah menerima pengaruh-pengaruh
baru yang di bawa oleh agama lain. Kemudian yang menjadi bahasan adalah
bagaimana dengan kehidupan masyarakat yang majemuk, yakni di dalam masyarakat
yang terdapat beberapa agama yang berbeda. Kehidupan masyarakat ada dari agama
yang dianut secara mayoritas dan ada agama yang dianut oleh kaum minoritas.
C. ISI
Agama
memiliki peranan dalam kehidupan masyarakat, tidak dapat dipungkiri bahwasanya
agama mempengaruhi kehidupan manusia. Agama secara mendasar dan umum dapat di
definisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan dunia gaib, khususnya tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan
manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya (Robertson,
1988:v). Dari definisi inilah dapat diketahui bahwa agama bukan hanya mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, namun juga mengatur hubungan dengan manusia
lainnya bahkan dengan lingkungannya. Agama tidak bisa digunakan dasar
bahwasanya kehidupan antar agama menjadi kehidupan yang tidak nyaman, penuh
konflik, dan terjadi kesenjangan sosial. Adanya perbedaan agama antar manusia
bukan penghalang terjadinya hubungan harmonis di dalam bermasyarakat, disini dicontohkan
kehidupan di desa Tepas, Kecamatan Kesamben, Blitar Jawa Timur.
Setiap
penganut agama tertentu akan merasa bahwasanya agamanyalah yang paling benar
dan paling tinggi diantara agama-agama lainnya. Namun perasaan ini dapat
dikesampingkan di dalam urusan duniawi saja. Karena dalam kontek agama
terbentuknya suatu masyarakat karena adanya persamaan tujuan, kesejahteraan,
kerukunan, kemakmuran dan lain-lain dalam menjalankan hidup bersama.
Menurut
wawancara penulis dengan nara sumber yakni lisanatun Khasanah sebagai seorang
muslim yang tinggal di Desa Tepas, Kecamatan Kesamben, Blitar Jawa Timur
mengungkapkan bahwa didalam kehidupan masyarakat yang memiliki perbedaan agama
yakni Islam, Kristen, dan Hindu tidak pernah terjadi adanya kesenjangan sosial,
dan gejala apapun dari adanya konflik. Masyarakat yang beragama Islam
memberikan ruang seluas-luasnya bagi agama lain dalam menjalankan agamanya di
lingkungan masyarakat, begitu pula agama kristen dan hindu terhadap masyarakat
yang beragama Islam.
Sejarah
agama hindu yang ada di desa Tepas, Kecamatan Kesamben Blitar Jawa Timur adalah
peninggalan agama Hindu yang dulu sangat di anut oleh masyarakat di Nusantara
dan hingga saat ini masih ada penganutnya. Begitu pula agama Kristen yang ada
di sana. Walaupun telah ada pengaruh Islam yang begitu kuat, dua agama itu
masih memiliki peranan dan penganut. Di desa Tepas tidak ada masyarakat yang
merupakan pendatang yang akhirnya menjadikan masyarakat menjadi majemuk, namun
yang menjadikan masyarakat Tepas menjadi majemuk adalah masyarakat setempat
sendiri. Untuk agama Kristen pada tahun 2010 terdapat pendeta yang datang di
desa Tepas. Pendeta tersebut aktif melakukan kemajuan-kemajuan, baik di bidang
keagamaan kristen sendiri atau kemajuan di bidang urusan publik. Pendeta
Kristen tersebut mendirikan sebuah Taman Kanak-Kanak yang berlabel Kristen,
namun di dalam Taman Kanak-Kanak tersebut banyak terdapat siswa-siswa yang
beragama Islam dan dari keluarga Islam. Alasan terbesar memilih Taman
Kanak-Kanak tersebut karena sekolahnya lebih maju, lebih menarik di bandingkan
sekolah TK yang umum. Banyak kemajuan yang di bangun oleh pendeta, contoh
konkritnya adalah sekolah TK tersebut.
Di
dalam kehidupan bermasyarakat agama tidak menjadi masalah, dan agama yang
minoritas juga memiliki peranan dalam bermasyarakat. Contohnya adalah di desa
Tepas ini yang menjadi ketua RT adalah
orang yang beragama Kristen. Dapat di ketahui bahwa agama islam tidak
mendominasi dalam hal aparatur pemerintahan di tingkat desa. Toleransi yang
tinggi juga di tunjukkan oleh bapak kepala RT yang bernama Darno Setyantoro,
beliau berperan aktif untuk mengurusi Candi Tepas. Dan kepala RW juga dari
orang yang beragama Kristen. Jika di hitung jumlah orang kristen tidak sedikit
yang terdapat di desa Tepas, di dalam satu dukuh saja dapat di ketahui terdapat
20 rumah yang beragama Kristen, dan 8 rumah yang beragama Hindu (berdasarkan
data dari narasumber). Sehingga sedikit banyak orang yang beragama Kristen dan
Hindu memiliki pengaruh di dalam kehidupan bermasyarakat. Pernah di adakan
acara besar yang diadakan oleh orang-orang Kristen yakni Jalan Sehat, namun
semarak di ikuti oleh orang-orang non-Kristen.
Mengenai
tempat ibadah, di desa Tepas terdapat tempat beribadah di semua agama, yakni
terdapat Masjid, Gereja, dan Pura. Bahkan, masjid dan Gereja letaknya tidak terlalu jauh hanya berjarak
kurang lebih 100 meter. Hal tersebut menunjukkan bahwa keharmonisan tetap
terjaga walaupun ibadah keagamaan di jalankan tidak bersama dan sedikit banyak
tidak berbeda. Dalam kehidupan
bermasyarakat banyak acara-acara yang di selenggarakan, setiap orang yang
beragama satu dengan agama yang lainnya juga memberikan makanan dalam istilah
jawanya adalah “ater-ater”. Namun,
jika dalam tradisi Islam seperti Tahlilan, Yasinan, dll orang non-islam tidak
mendapatkan hal tersebut.
Dalam
Hari raya Idhul fitri semua orang di desa Tepas ikut merayakan hari raya baik
orang islam sendiri maupun orang non-islam. Di dalam rumah non-islam juga
terdapat persiapan layaknya orang-orang islam yang merayakan idhul fitri,
seperti ada makanan, jajan-jajan. Orang islam juga terdapat yang mengunjungi
rumah orang Kristen ataupun rumah orang yang beragama Hindu. Begitu pula orang
Hindu dan Kristen mengunjungi orang-orang Islam untuk bersilaturahmi. Menurut paparan
Lisanatun Khasanah, hal tersebut biasa dilakukan setiap tahunnya, dan bukan
suatu yang aneh karena tujuannya adalah bersilaturahmi dan menjaga kerukunan di
antara masyarakat. Sedangkan untuk hari raya umat kristen atau umat Hindu,
tidak semuanya orang Islam ikut merayakan, tapi juga tidak sedikit orang yang
merayakan, walau sekedar mengunjungi rumah orang Kristen atau Hindu untuk
sekedar mengucapkan selamat hari raya.
Pengaruh
yang terjadi diantara agama-agama tersebut sudah muncul seperti, seorang wanita
islam yang menikah dengan orang Kristen kemudian berpindah agama menjadi
Kristen adalah suatu hal yang biasa. Begitu pula wanita Kristen yang menikah
dengan orang Islam akan berpindah menjadi agama Islam. Perkawinan merupakan
cara pemengaruh agama yang terbesar di desa Tepas, Kecamatan Kesamben, Blitar
Jawa Timur. Banyak terdapat keluarga yang agamanya berbeda. Misalnya mbah Suto
yang beragama Hindu dan Istrinya beragama Islam, kemudian anak-anaknya semuanya
menjadi agama Islam dan dari kecil didik dengan agama Islam. Keluarga yang
majemuk dianggap sebagai suatu hal yang biasa.
Ketika
narasumber menjelaskan perasaannya mengenai kehidupan yang majemuk demikian,
narasumber memaparkan bahwasanya kerukunan menjadi hidup menjadi nyaman. Hal
seperti ini lebih baik dibandingkan jika di hadapkan dengan kehidupan
orang-orang yang beragama dengan prinsip fundamentalis. Mungkin, tidak akan ada
yang namanya kerukunan diantara masyarakat. Namun, narasumber tidak begitu
senang adanya TK berlabel Kristen yang didirikan oleh Pendeta Kristen, karena
dianggap sebagai suatu ajang mencari massa. Karena pendeta itu datang memang
karena di utus oleh para misionaris dari daerah lainnya. TK yang didirikan atas
lebel Kristen di takutkan akan mengganggu jamaat agama Islam. Menurut
Narasumber memang bisa di bilang bahwasanya prinsip ayat terakhir Al Kafirun
nampaknya di pegang oleh orang-orang di desa Tepas, Kesamben, Blitar sebagai
prinsip hidup dalam masyarakat yang majemuk. Begitu pula dengan prinsip yang
digunakan olehnya.
D. KESIMPULAN
a. Agama
memiliki peranan yang penting dalam kehidupan bermasyarakat, masyarakat yang
beragama islam akan condong di dalam kehidupan islami begitu pula dengan
agama-agama lainnya akan condong kedalam kehidupan agamanya.
b. Masyarakat
yang memiliki agama yang majemuk akan menuntut toleransi yang tinggi dalam
menjalani kehidupan.
c. Masyarakat
di desa Tepas, Kesamben, Blitar Jawa Timur hidup rukun dan tanpa konflik
walaupun masyarakatnya memiliki agama-gama yang berbeda-beda. Agama tidak
dijadikan sebagai suatu hal yang dapat menghalangi terjadinya kerukunan
diantara agama-agama. Karena agama telah mengatur mengenai hubungan manusia
dengan tuhan, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungannya.
E. DAFTAR PUSTAKA
Ishomuddin,
2002. Pengantar Sosiologi Agama.
Jakarta Selatan: Ghalia Indonesia
Robertson,
R. 1988. Agama Dalam Analisa Dan
Interpretasi Sosiologis. Jakarta: CV Rajawali
Rohimin,
Muntholib, Hasbullah, Al Rasyidin, Shobari. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia. Jakarta Timur:
Nusantaralestari Ceriapratama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar