PROSES ISLAMISASI KOTA TUBAN
Oleh :
Dwi
Lidiawati (130731615709)
Offering
A/2013
Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Email:
dwilidia57@gmail.com
A.
Perkembangan Kota Tuban Pada
Masa Islam
Islam datang di
nusantara pada abad ke 13. Terdapat beberapa cara dan saluran-saluran dalam
tumbuh dan berkembangnya agama islam di Nusantara. Ada yang melalui pedagang
muslim, perkawinan, maupun cara-cara lainnya. Laut jawa selalu berperan dalam lalu lintas
pelayaran dan perdagangan semenjak jatuhnya Malaka oleh Portugis pada tahun
1511. Peristiwa tersebut menguntungkan bagi jawa termasuk kota Tuban. Karena
laut jawa menjadi jalur lalu lintas perdagangan yang ramai di singgahi para
pedagang dan pelayar yang hendak berdagang antara benua barat dan benua timur. Tuban adalah salah satu wilayah pesisir utara
laut jawa yang menjadi jalur lalu lintas penting kala itu. Karena pelayaran dan perdagangan dari maluku
ke malaka atau sebaliknya melewati pelabuhan jawa timur. Sehingga mendorong Tuban
menjadi pelabuhan yang besar. Pada abad ke-16 berdirilah kota-kota Islam, kota
yang pertama adalah Demak. Kemudian disusul oleh kota Tuban, Gresik, jepara dan
cirebon.
Kota Tuban
menjadi pelabuhan yang ramai di singgahi oleh pedagang-pedagang yang singgah
sekedar untuk istirahat atau membeli bekal untuk melanjutkan perjalanan menuju
malaka atau menuju maluku. Bandar dan kota pelabuhan Tuban menjadi pangkalan
bagi pelaut untuk membeli bekal. Menurut Barros, di Malaka pada tahun 1515 ada
dua perkampungan yang bernama Upih dan Ilir. Keduanya dibawah kekuasaan
administrasi orang Jawa yang bernama Utimutiraja dan disanalah berdiam
pedagang-pedagang dari Tuban, Jepara, Sunda, dan Palembang. Tuban menjadi
kelompok timur dalam pembagian Pigeaud yang memiliki perbedaan kepentingan
dalam ekonomi, tujuan politik dan orientasi budaya. Kapal-kapal Tuban
menyelusuri seluruh nusantara, hingga sampai ke Philipina.
Pelabuhan di
pantai utara laut jawa lebih penting bagi masa islam termasuk pelabuhan Tuban
jika dibandingkan dengan pelabuhan yang ada di jawa barat, karena topografinya
yang relatif tertutup yakni terdiri dari pegunungan (Suyono,2004:25), sehingga
kota Tuban lebih cepat berkembang dibanding dengan daerah pelabuhan jawa barat
antara lain pelabuhan jakarta dan pelabuhan Banten. Masa besarnya kota Tuban
diceritakan dibeberapa sumber bahwa pada masa islam itu terdapat berbagai
kerajaan kecil yang tersebar dipesisir pantai yang diperintah oleh Moro. Moro
adalah sebutan yang diberikan oleh orang Portugis terhadap orang Islam
(Prijohutomo. 1952:72). Kerajaan di Tuban yang dipimpin oleh Moro tersebut
berada dibawah kekuasaan kerajaan Demak.
Tuban menurut
Begin ende Voortgangh (dalam De Graaf, Begin III bag 3 hal 9) adalah sebuah
kota yang bagus. Menurut De Graaf Tuban memiliki ciri khas feodal yang kuat.
Pada masa itu kota Tuban mencapai puncak kejayaannya dapat dijelaskan bahwa
kota Tuban memiliki Raja yang sangat kuat. Dan oleh masyarakat sekitar disebut
sebagai raja terkuat dipulau jawa dengan ciri-ciri sangat gemuk dan tingginya
sedang. Raja ini jika perlu dalam waktu 24 jam saja bisa mengumpulkan beberapa
ribu orang untuk berperang. De Graaf sangat jelas dalam mendeskripsikan raja
Tuban ini. Raja Tuban bersikap baik terhadap Belanda. Beliau menjemput
orang-orang Belanda di pesisir pantai kemudian mengajaknya masuk ke istana.
Istana tersebut sangat besar, terdapat banyak ruangan didalam istana tersebut,
tembok istana terbuat dari batu bata merah (masih seperti bangunan Majapahit),
pintu-pintunya tampak sempit dan pendek. Di depan pintunya terdapat gajah yang
berdiri didepan serambi. Jumlah gajahnya ada 13 ekor dan diantara 13 ekor
terdapat satu ekor gajah yang sangat besar dan galak (de Graaf, 1985:122).
B.
Islamisasi di Kota Tuban
Adanya perkembangan kota Tuban, yang didukung oleh banyaknya
pedagang-pedagang muslim yang singgah di Tuban. Hal tersebut mendorong
terjadinya islamisasi di kota Tuban. Kehadiran dan proses islamisasi di jawa
dapat dibuktikan didalam beberapa data arkeologis dan beberapa sumber yakni
babad, hikayat, legenda, seta berita asing. Proses
islamisasi dipulau Jawa akibat adanya hubungan perdagangan yang telah dilakukan
sejak Malaka jatuh ketangan Portugis. Perdagangan bukan hanya terjadi diantara
wilayah nusantara saja, namun juga terjalin sampai antar negara internasional
termasuk hubungan dagang Persia dan India yang telah mendapat pengaruh islam
dari Arab. Para pedagang ini mulai mengenalkan dan menyebarkan agam islam
seraya berdagang di pulau Jawa. Jawa mulai masuk islam dapat diketahui dengan
adanya makam Malik Ibrahim. Beliau adalah pedagang kaya dari Persia yang
meninggal tahun 1419 (Suyono, 2004:22).
Perkembangan
islam di pulau Jawa juga mendorong penyebaran sampai di daerah Tuban. Tuban
telah menjadi pelabuhan sejak diduduki oleh kerajaan Hindu-Budda, namun
eksistensinya mulai ditunjukkan sejak kerajaan Majapahit sampai dengan masa
islam di pulau Jawa. Islamisasi di Tuban seperti islamisasi di daerah-daerah
lainnya. Perkembangan agama islam dalam beberapa bagian daerah itu berbeda
yakni daerah pesisir lebih cepat berkembang karena lebih bersifat pluralitas
karena sering berbaur dengan budaya lain, sedang daerah pedalaman lebih lama
untuk menerima budaya baru yang masuk karena wilayah yang sulit dijangkau dan
masyarakat yang masih tradisional. Alasan lain
Perkembangan agama islam di kota
Tuban berbeda antara yang pesisir dengan pedalaman adalah Karena kota pesisir
bersifat maritim mengutamakan pelayaran. Sedang pedalaman bersifat kontingental
dan ekonomi agraris (Daliman, 2012:69).
Seperti halnya islamisasi di daerah-daerah
lain, islam masuk dan berkembang secara pesat di wilayah pesisir pantai abad ke
16 yang disebarkan oleh para wali, yang biasanya disebut dengan wali songo. Wali
yang khusus mengenalkan dan menyebarkan agama islam di Tuban adalah Sunan
Bonang. Sebutan sunan berarti seseorang yang dimuliakan atau dijunjung tinggi,
sedangkan Bonang adalah sebutan karena sunan tersebut sangat pandai memainkan
alat musik Bonang. Seperti cara-cara wali-wali lainnya. Sunan Bonang juga menyebarkan
agama islam secara perlahan dengan menyesuaikan dengan kebudayaan masyarakat
sekitar. Salah satunya dengan alat musik Bonang, sehingga masyarakat setempat
merasa islam itu agama yang indah. Berbeda dengan daerah pesisir, daerah-daerah
pedalaman baru berkembang pada akhir abad ke-16 dan pertengahan abad ke-17.
Proses
islamisasi kota Tuban adalah secara sukarela. Islam sangat mudah masuk karena
beberapa faktor. Islam dipandang sebagai agama yang penuh kesucian. Tidak
memandang manusia itu berbeda derajatnya kecuali dari ketakwaan seseorang.
Sehingga jika dibanding dengan agama hindu yang telah dianut oleh orang Tuban
yakni agama sebelum kedatangan agama islam. Agama islam dirasa lebih cocok bagi
mereka, apalagi bagi orang yang berada dikelas menengah ke bawah. Para
bangsawan yang masih “kafir” dengan sukarela masuk dan memeluk agama islam,
setelah masuk islam para bangsawan itu menjadi memiliki derajat yang “lebih
tinggi”, sehingga jika penguasa daerah telah memeluk agama islam secara
perlahan disusul oleh sebagian rakyatnya. Islam juga masuk dengan adanya
pernikahan. Jika ada seorang suami yang menikahi dari wanita pribumi, maka
secara tidak langsung sang istri dari orang Tuban itu akan mengikuti agama
suaminya yang beragama Islam. Disamping mengalami islamisasi secara sukarela
dan melalui pernikahan, namun Tuban masih setia dengan majapahit sebelum
majapahit benar-benar runtuh. Karena Tuban bersifat netral antara majapahit
dengan Demak, dan tetap berkedudukan sebagai vasal Majapahit.
Jika dikaitkan
dengan bentuk bangunan yang ada di Banten adalah mirip dengan bentuk bangunan
yang ada di Tuban pada saat itu. Bangunan itu adalah mewarisi gaya bangunan
kerajaan Majapahit atau model Bali. Karena model seperti itu masih dipakai di
daerah Bali sampai saat ini. Tuban menjadi pewaris kerajaan Majapahit yang
berada di pesisir utara laut Jawa. Diceritakan pula bahwa golongan dalam
masyarakat Tuban terdiri dari setangah bangsawan dan setengah pedagang.
Bangsawan Tuban gemar sekali akan kuda. Dan perdagangan juga dilakukan oleh
para bangsawan. Jika meraka meninggalkan rumah, mereka selalu diikuti oleh
pengiring yang terdiri atas 10 sampai 12 orang abdi yang membawa peralatan
sirih.
Tuban memiliki
peranan penting bagi masa keemasan islam di Jawa. Keadaan ini tampak pula pada
masa kerajaan Pajang. Khusunya pada saat pemerintahan raja Pajang Adiwijaya.
Cerminan diri Tumenggung Tuban tertanam kuat di istana Pajang. Pada tahun 1527
karena masalah sikap penduduk Tuban yang netral dan masih loyal terhadap
majapahit yang dianggap “kafir”, maka Demak melakukan penyerangan terhadap
Tuban. Penyerangan tersebut dianggap aneh karena Tuban telah masuk dan memeluk
agama Islam, dan membantu Demak menundukan kerajaan Majapahit. Dalam
penyerangan ini Tuban masih bisa bertahan karena terdapat penyerangan lagi
setelah itu yakni penyerangan dari kerajaan Mataram yang terjadi pada tahun
1598 sampai 1599. Di ceritakan di dalam Babad
Sangkala. Serangan tersebut juga gagal karena pada saat itu Tuban masih
menjadi kota yang berkembang dan kuat. Memiliki raja yang sangat kuat menurut
masyarakat setempat.
Daftar Rujukan
Basundoro, Purnawan, 2012, Pengantar Sejarah Kota.
Yogyakarta: Ombak Dua
Daliman, A, 2012, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan
islam di Indonesia. Yogyakarta: Ombak Dua
De Graaf. 1985. Awal
Kebangkitan Mataram Massa Pemerintahan Senapati. Jakarta: PT Temprint
Hamid, A,R, 2013, Sejarah Maritim, Yogyakarta: Ombak Dua
Poesponegoro, Djoened, 2008, Sejarah Nasional Indonesia 3.Jakarta:
Balai Pustaka
Prijohutomo, 1952. Sedjarah.
Djakarta: W. Versluys
Suyono. R. P. 2004. Peperangan
Kerajaan Di Nusantara. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar