IMAJINASI DAN INTERPRETASI SEJARAH
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M.Pd/ Indah
W.P. Utami, S.Pd., S.Hum.,M.Pd
Oleh
Dwi Lidiawati (130731615709)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
JURUSAN
PENDIDIKAN SEJARAH
September 2013
DAFTAR
ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang Masalah.......................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................. 1
1.3 Tujuan.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian sejarah................................................................... 3
2.2
Pengertian imajiasi dan interpretasi....................................... 4
2.3
Peran imajinasi dan imajinasi dalam sejarah......................... 5
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................... 9
3.2
Saran..................................................................................... 9
DAFTAR RUJUKAN
……………………………………………………..
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah adalah suatu ilmu yang
mempelajari peristiwa atau kejadian yang terjadi di masa lampau. Peristiwa yang
ditulis dalam sejarah haruslah memenuhi konsep – konsep dasar sejarah agar
dapat menjawab pertanyaan what, where, whom, why dan how. Untuk menjawab
pertanyaan itu dibutuhkan data valid yang memenuhi konsep dasar sejarah. Konsep
dasar sejarah antara lain ruang, waktu,
bukti, fakta, kasualitas, dan interpretasi.
Menurut
Moh. Hatta “ sejarah dalam wujudnya memberikan pengertian tentang masa lampau.
Sejarah bukan hanya menghasilkan ceritera dari kejadian masa lalu sebagai
masalah. Sejarah tidak sekadar kejadian masa lampau, tapi pemahaman masa lalu yang
didalamnya mengandung berbagai dinamika, mungkin berisi problematika pelajaran
bagi manusia berikutnya.”
Dalam
proses perumusan sejarah banyak sumber berupa bukti atau fakta yang di temukan.
Dari semua bukti itu seorang sejarawan bisa merekonstruksi peristiwa agar
menjadi suatu data sejarah yang valid. Dari titik inilah dibutuhkan
interpretasi dan imajinasi untuk menggambarkan suatu peristiwa masa lampau agar
mudah dipahami dan dipelajari.
Makalah
ini dibuat untuk membahas seperti apa interpretasai dan imajinasi dalam sejarah itu. Apakah dalam sejarah
itu dibutuhkan interpretasi atu tidak.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa pengertian
imajinasi dan interpretasi dalam sejarah?
2)
Apakah dalam
penulisan sejarah membutuhkan imajinasi dan interpretasi?
3)
Bagaimana peran interpretasi
dan imajinasi dalam sejarah?
1.3 Tujuan Makalah
Mengetahui pentingnya interpretasi
dan imajinasi dalam merekonstruksi dan menuliskan peristiwa sejarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sejarah adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari segala aspek peristiwa atau kejadian yang telah
terjadi pada masa lampau dalam kehidupan manusia. Manusia bergerak diatas bumi
ini dalam kurun waktu yang panjang, didorong oleh motif-motif yang kompleks.
Mereka didorong untuk menciptakan nilai-nilai kehidupan tertentu. Didalam
gerakan ini mereka meninggalkan fakta-fakta. Rentetan fakta-fakta inilah, yang
telah menjadi cerita. Orang mengambil pelajaran tertentu didalam cerita
tersebut.
Sejarah yang kita kenal sehari-hari, ternyata
merupakan suatu bangunan kembali atau rekonstruksi dari bahan-bahan atau
fakta-fakta yang telah dikenal. Fakta adalah intisari dari sumber-sumber
sejarah. Jumlah fakta-fakta yang dapat disimpulkan itu belum merupakan sejarah.
Fakta-fakta hanya rangka belaka yang harus diberi daging dan jiwa agar menjadi
sejarah, fakta-fakta dibangun kembali sebagai mana asalnya. Diadakan
rekonstruksi, sehingga mencapai rekonstruksinya yang sebenarnya. Didalam
pengumpulan sejarah itu, yang merupakan sumber-sumber sejarah, dipergunakan
beberapa metodologi dalam penyusunannya.
Didalam Sebuah perumusan sejarah terdapat
banyak sumber atau fakta-fakta yang berbeda dari bukti-bukti dan pelaku sejarah
yang akan dirumuskan. Maka dari itu, pada titik inilah di butuhkan sebuah
kemampuan imajinasi dan interpretasi seorang sejarawan untuk menggambarkan
situasi sebuah peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
IMAJINASI identik dengan khayalan, juga sering dihubungkan dengan pikiran
bawah sadar. Seseorang yang sedang tidur, misalnya, nalarnya masih bekerja
namun di luar kesadaran. Gagasan imajiner dapat bermula dari pikiran berandai-
andai. Pendek kata, imajinasi ialah pemikiran manusia yang samar. Imajinasi
merupakan sebuah pemikiran yang terbentuk atas bayangan-bayangan tentang
sesuatu di benak kita. Tetapi didalam sejarah imajinasi itu dianggap sebagai
media untuk merangkai cerita dengan fakta-fakta yang ditinggalkan.
Sedangkan INTERPRETASI atau penafsiran adalah
proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih
pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama, baik secara
simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal
sebagai interpretasi berurutan). Interpretasi menurut kamus besar bahasa
indonesia interpretasi diartikan sebagai pemberian kesan, pendapat atau
pandangan teoritis terhadap sesuatu, ataupun tafsiran. Menurut definisi,
interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu
objek (karya seni, ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan
mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada
proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya. Bila orang melakukan
interpretasi terhadap sejarah, maka orang memberikan pendapat atau tafsiran
terhadap fakta-fakta yang ada.
Imajinasi seseorang saat merumuskan peristiwa sejarah,
berbeda dengan sastrawan. Seperti yang
dikatakan oleh Kuntowijoyo “Sejarah
dan Sastra berbeda dalam struktur dan substansinya. Sejarah adalah sejarah
sebagai ilmu, dan sastra adalah sastra sebagai imajinasi.” Imajinasi
juga berkaitan dengan fantasi, namun fantasi lebih pada khayalan yang tidak
terarah, sedangkan imajinasi khususnya dalam sejarah adalah mengkhayalkan
sesuatu yang mungkin terjadi dalam sejarah.
Sebenarya, semua kejadian di masa lampau itu tidak
diketahui oleh orang yang hidup sekarang ini. Jadi yang diketahuinya, adalah
ceritera dari masa yang lampau itu, yang didalam bahasa asingnya dinamakan the narative of history, ceritera
menyelidiki sejarah. Di dalam penyusunan cerita sejarah, diperluakan ilmu. Jika
demikian, maka benarlah yang dikatakan oleh J. Huizinga bahwa kata “sejarah” itu mengandung tiga makna
yaitu: kejadian, ceritera tentang kejadian itu, dan ilmu yang menyelidiki
kejadian itu (ilmu untuk menyusun cerita sejarah berdasarkan fakta-fakta yang
ditinggalkan).
Peran imajinasi dalam
sejarah yaitu sebagai suatu dasar pemikiran untuk merekonstruksi beberapa fakta-fakta sejarah
yang ada sehingga menjadi padu, menjadi satu runtutan cerita sejarah dibuktikan
dengan sebuah obyek pada suatu tempat atau benda. Serta peran interpretasi
dalam sejarah ialah sebuah penafsiran tentang masalah dari beberapa peniggalan
(artefak,ekofak,fitur) yang dipakai untuk menyusun sebuah cerita sejarah.
Sehingga dapat diterima dimasyarakat sebagai cerita bersejarah yang bisa
ditunjukkan dengan bukti-bukti. Jadi imajinasi dan interpretasi dalam sejarah
memiliki peran yang sangat penting dalam pembuatan cerita karena salah satu hal
yang harus dikuasai atau diperhatikan sejarawan dalam menyusun cerita sejarah.
Moh Yamin menganjurkan agar interpretasi sejarah
indonesia itu haruslah interpretasi sintesis, yaitu sentesa dari interpretasi
theologis, ekonomis, geografis. Seorang sejarawan dalam menulis cerita sejarah
harus bertanggung jawab atas isi cerita sejarah. Dengan imajinasi dan
interpretasi melalui fakta-fakta yang ditemukan. Dalam kaitan ini, maka suatu
kejadian sejarah, dapat diinterpretasikan dengan pandangan hidup atau pandangan
dari segi tertentu sejarawan.
Adanya bermacam-macam interpretasi atas suatu
kejadian, memperkaya atas kejadian itu sehingga dapat pula memberikan pandangan
yang lebih obyektif. Setiap uraian sejarah dengan pendekatan yang berlainan
akan memunculkan uraian yang saling melengkapi. Jadi kejadian tertentu dapat
diinterpretasikan dengan bermacam-macam cara. Peranan penulis dengan latar
belakang yang berlainan itu akan memberikan corak atas gambaran tertentu
terhadap sejarah. Persoalannya bukan benar atau tidaknya kejadian, tetapi
apakah yang hendak kita capai melalui interpretasi tertentu itu.
Karena adanya interpretasi yang berbeda, maka suatu
masalah dapat dilihat secara berlainan. Hal ini di alami sejarah indonesia,
antara lain: mengenai kapan kemerdekaan indonesia. Oleh sejarawan indonesia
disimpulkan bahwa indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan proklamasi
kemerdekaan indonesia, sedangkan sejarawan dari belanda menyimpulkan bahwa
indonesia itu merdeka 27 Desember 1949 ketika penyerahan kedaulatan, hal
lainnya adalah menyangkut lamanya penjajah di indonesia. Disatu pihak
mengatakan bahwa penjajah itu telah berlangsung selama tiga setengah abad dan
dilain pihak mengatakan hanya tiga puluh empat tahunan. Interpretasi yang
berbeda ini menghasilkan kesimpulan selisih waktu tiga abad lamanya.
Dua
permasalahan dan dua pandangan ini, mempunyai dasar yang sama, yaitu
kedua-duanya berdasarkan atas fakta-fakta sejarah. Rentetan fakta-fakta yang
sama dapat menghasilkan cerita yang berbeda, permasalahan tersebut karena
adanya interpretasi yang berbeda. Hal ini disebut dengan multi interpretasi.
Dengan demikian pandangan yang berkenaan dengan sejarah itu sifatnya tidaklah
monistik tetapi pluralistik.
Bagaimanapun
juga sejarah harus menggambarkan keseluruhan aktivitas manusia, the totality of human action adalah
ideal, bahwa sejarah harus melukiskan kejadian yang sebenarnya. Menurut istilah
Von Ranke, haruslah sesuai dengan apa yang sebenarnya ada (actuallytis). Tuntutan semacam itu tidaklah mungkin diwujudkan.
Bagaimanakah seseorang dapat menceritakan hal yang sebenarnya terjadi, padahal
ia sendiri tidak pernah mengalaminya. Bagaimanakah mungkin tuntutan itu
dilakukannya, kalau ia sendiri didalam menyusun ceritanya itu berdasarkan
kepingan-kepingan fakta.
Dengan
bekal pengetahuan lain sebagai ilmu bantu bagi ilmu sejarah, seperti
anthropologi budaya, ekonomi, geografi, ilmu politik, sosiologi, dapatlah
dibayangkan kira-kira kehidupan masyarakat yang lampau itu sesuai dengan
zamannya. Ini berarti bahwa orang mengadakan imajinasi terhadap masa lampau
itu, masa yang sudah tidak ada lagi dihadapan kita sekarang ini.
Melukiskan
sesuatu yang telah lewat, memerlukan daya khayal atau imajinasi untuk
merekonstruksi keadaan itu, sehingga merupakan suatu kebulatan. Di dalam
mengadakan rekonstruksi dimana imajinasi ini termasuk di dalamnya (sebab tidak
ada rekonstruksi tanpa imajinasi), dengan sendirinya memorisasi itu bekerja
pula di dalam proses ini.
Imajinasi
dalam sejarah bukanlah imajinasi liar, tetapi tetep berdasarkan pada bukti dan
fakta. Dasar kinerja di dalam penyusunan sejarah itu, adalah fakta-fakta baik
berupa peninggalan-peninggalan maupun dokumen-dokumen. Tanpa fakta, maka uraian
itu tidak merupakan sejarah, tetapi dongeng atau cerita khayal. Adalah hal yang
masuk akal, bahwa dalam menguraikan atau menceritakan masa lampau itu akan ada
kemungkinan tidak obyektif.
Di
dalam menyusun rekonstruksi, diperlukan pula suatu kecakapan khusus yang berupa
tinjauan yang mendalam terhadap “kompleksitas” fakta-fakta itu. Kecakapan ini
adalah hasil dari suatu latihan dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
sejarawan di dalam bidang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sejarah,
seperti filsafat sejarah. Interpretasi sejarah, didaktik sejarah, metodologi
sejarah.
Fakta
dalam sejarah banyak sekali jumlahnya. Tidak semua fakta diperlukan di dalam
penyusunan sejarah itu. Diadakan seleksi atas fakta, mana yang benar-benar
penting artinya. Penting atau tidak penting, berdasarkan atas hal-hal yang
obyektif dan juga subyektif. Ini erat hubungannya dengan kerangka sejarah
sebagai keseluruhan. Fakta-fakta, yang kecil sekali peranannya, atau sama
sekali tidak ada artinya dalam kerangka keseluruhanya, disisihkan.
Adalah
suatu tuntutan ilmiah bahwa satu uraian yang berhubungan dengan obyek yang
diselidiki itu, haruslah obyektif. Peranan subyek, yang mengakibatkan pandangan
yang subyektif, haruslah dihindari. Apalagi mengadakan interpretasi yang
sifatnya mengadakan penilaian terhadap obyek yang diselidiki itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imajinasi
dan interpretasi sangat berperan terhadap penulisan sejarah, tentunya imajinasi
di dalam sejarah itu berbeda dengan imajinasi dalam sastra. Di dalam sastra
imajinasi hanyalah fiktif dan tidak obyektif sedangkan imajinasi dalam sejarah
berdasarkan fakta-fakta dan bersifat obyektif. Interpretasi sangat penting
dalam menyusun cerita sejarah, fakta-fakta yang terkumpul belum merupakan
sejarah namun masih perlu di rekontruksi melalui interpretasi. Interpretasi
harus bersifat obyektif, tetapi interpretasi inter subyektif juga diakui dalam
penulisan sejarah.
3.2 Saran
Sehingga
dalam melukiskan atau menuliskan sejarah diharapkan telah mengetahui, memahami, dan memiliki
imajinasi serta intrepretasi yang cakap atau baik agar mudah serta mempunyai kualitas
yang baik dalam melukiskan sebuah sejarah.
DAFTAR RUJUKAN
Ali,
R.Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah
Indonesia. Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara.
Dekker,
Dr.Drs Nyoma S.H. 1994. Aneka Ragam
Tentang Sejarah. Malang: IKIP Malang.
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu
Sejarah. Yogyakarta: Bentang.
Iskandar.2008.
fakta dan imjinasi. (online) Iskandarberkasta-sudra.blogspot.com
diakses 1 Nov 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar