Sabtu, 21 November 2015

proposal PROBLEMATIKA SITUS MAKAM RONGGOLAWE DAN KAITANNYA DENGAN MUATAN LOKAL AGAMA MATERI ISLAMISASI DI INDONESIA KELAS XI DI KABUPATEN TUBAN



PROBLEMATIKA SITUS MAKAM RONGGOLAWE
DAN KAITANNYA DENGAN MUATAN LOKAL AGAMA MATERI ISLAMISASI DI INDONESIA KELAS XI DI KABUPATEN TUBAN



Proposal
Untuk memenuhi matakuliah
Metodologi dan Historiografi
Yang di bina oleh Dr. Ari Sapto, M.Hum



Oleh
Dwi Lidiawati             (130731615709)






Description: D:\data--NYNDIE\logo um.jpg
 











UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Oktober 2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Majapahit adalah salah satu kerajaan Hindu Buddha terbesar di Nusantara. Kerajaan ini berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaannya. Berkat sumpah Palapa yang sangat terkenal dari patihnya yakni patih Majapahit. Kejayaan kerajaan Majapahit tidak lepas dengan adanya perjuangan yang di lakukan oleh raja pendiri kerajaan Majapahit yakni Raden Wijaya. Sebelum tegak berdirinya sebuah kerajaan yang di beri nama kerajaan Majapahit. Raden Wijaya gigih dalam bertarung melawan beberapa kerajaan yang berdiri pada masanya.
Salah satu peperangan yang membuat berdiri kuatnya Majapahit adalah peperangan yang di lakukan oleh Raden Wijaya bersama Lembu Sora, Ranggalawe, dan Wiraraja dalam melawan kerajaan Daha. Menurut (Wirawangsa, 1979:88) menyatakan bahwa: Lembu Sora, Ranggalawe, dan Wiraraja sangat besar andilnya dalam menggempur Daha. Mereka bertiga tak bedanya benteng dan perisai bagi Raden Wijaya. Ksatria-ksatria yang tahu akan tugas dan menjunjung tinggi prasetyannya demi untuk negara junjungannya. Peranan tokoh Ranggalawe dalam Majapahit sangat besar yakni membantu Raden Wijaya dalam mengibarkan kekuasaan Majapahit di bumi Nusantara. Berkat jasanya Ranggalawe di angkat oleh Raden wijaya menjadi adipati Tuban. Tuban telah menjadi daerah bawahan dari kerajaan Majapahit.
Pengangkatan Ranggalawe menjadi seorang adipati di rasa kurang cukup bagi yang berjasa besar dalam setiap peperangan-peperangan yang terjadi. Ranggalawe merasa pengangkatan Nambi menjadi seorang patih tidak setara dengan apa yang dilakukan olehnya, Lembu Sora, dan Wiraraja. Ranggalawe secara terang-terangan mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan pengangkatan Nambi menjadi seorang patih kerajaan Majapahit. Perang antara pasukan Tuban dan pasukan Majapahit tak dapat di hindari. Perang terjadi di Tambakberas (Wirawangsa, 1979:97). Peperangan tersebut menyebabkan kematian Ranggalawe di tangan Kebo Anabrang. Dan Kebo Anabrang tewas terkena kerisnya sendiri.
Jenazah adipati Ranggalawe di angkat dari sungai. (Wirawangsa, 1979:88) setelah di sucikan segera di tempatkan dalam keadaan Terhormat. Jenasahnya sudah di sucikan dan disemayamkan di istana Majapahit. Kemudian terjdi Bela Pati yang dilakukan oleh istri dalam kematian sang Suami. Ranggalawe hidup pada masa berkembangnya agama Hindu. Pada kemajiannya juga di katakan bahwasanya Ranggalawe di semayamkan di istana Majapahit. Kemudian pada masa selanjutnya makam yang berada jalan Ranggalawe, kec Tuban, kabupaten Tuban Jawa Timur di yakini sebagai makam dari jenazah adipati Ranggalawe bersama dengan beberapa adipati-adipati tuban selanjutnya.
Agama dari Ranggalawe adalah Hindu Buddha hal tersebut dapat di ketahui bahwasanya Ranggalawe hidup pada masa berkembangnya agama Hindu dan Buddha. Dan di dalam area makam terdapat ornamen yang berbentuk candi hindu yang diatasnya terdapat stupa dari agama Buddha. Namun, dalam pemakamannya di lakukan identik dengan pemakaman cara islam. Peneliti sangat tertarik dengan adanya situs makam Ranggalawe yang dihubungkan antara adat pemakaman serta agama yang di miliki oleh Ranggalawe sendiri. Sehingga peneliti mengangkat judul penelitian yakni “Problematika Situs Makam Ranggalawe Dan Kaitannya Dengan Muatan Lokal Agama Materi Islamisasi Di Indonesia Kelas XI Di Kabupaten Tuban
Penelitian terdahulu telah di lakukan oleh beberapa peneliti antara lain di lakukan oleh Heri Agung Fitrianto dengan judul penelitian “Misteri Tentang Makam Ranggalawe Di Tuban”. Menurut Heri Agung bahwasanya makam Ranggalawe berbalut adat islam yang kental, namun nisan Ranggalawe sangat sederhana, jika di hubungkan dengan kebesaran kedudukan seorang adipati Tuban.

B.  Masalah Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menentukan Rumusan Masalah yakni: problematika situs makam Ronggolawe yang dihubungkan dengan agama dan adat pemakamannya? Dan bagaimana kaitannya di dalam muatan lokal agama materi islamisasi di Indonesia untuk kelas XI di Kabupaten Tuban?

C.  Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis problematika situs makam Ronggolawe yang di kaitkan dengan agama dan adat pemakamannya. Dan mengetahui kaitannya di dalam muatan lokal agama materi islamisasi di Indonesia untuk kelas XI di Kabupaten Tuban

D.  Manfaat Penelitian
a.    Peneliti
1.    Dapat memberikan wawasan baru mengenai situs makam Ranggalawe yang di kaitkan dengan agama dan adat pemakamannya.
2.    Dapat memberikan informasi mengenai kaitan penelitian situs makam Ranggalawe dengan muatan lokal agama materi islamisasi di Indonesia untuk Kelas XI di Kabupaten Tuban

b.    Untuk Jurusan Sejarah
1.    Dapat memperkaya referensi di jurusan sejarah dalam kaitannya sejarah situs Makam Ranggalawe dalam materi Islamisasi
2.    Dapat digunakan sebagai salah satu bahan kajian dalam matakuliah sejarah islam
3.    Bisa memberikan stimulus atau rangsangan dalam penelitian antara agama dan adat

c.    Untuk Pengembangan Ilmu
1.    Dapat memperkaya wawasan dan mengembangkan pengetahui mengenai problematika situs makam Ranggalawe
2.    Mengembangkan pemahaman terhadap agama dan adat, baik agama islam maupun agama yang lainnya

E.     Ruang Lingkup
Untuk memudahkan dalam penelitian ini, di fokuskan agar terarah dan berjalan dengan baik, maka perlu di buat batasan masalah. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1.      Peneliti hanya mengidentifikasi agama yang di anut oleh adipati Ranggalawe
2.      Peneliti hanya membahas situs makam Ranggalawe dan di kaitkan dengan struktur masyarakat Tuban
3.      Peneliti hanya mengaitkan situs makam Ranggalawe dengan muatan lokal agama materi Islamisasi di Indonesia kelas XI di Kabupaten Tuban

F.     Kajian Pustaka
Ranggalawe adalah salah satu tokoh yang berperan penting pada masa pembentukan kerajaan Majapahit. Bersama dengan Lembu Sora, Wiraraja membantu Raden Wijaya dalam menegakkan kekuasaan Majapahit. Ketika Raden Wijaya berhasil mendirikan kerajaan Majapahit maka atas Jasanya Ranggalawe di angkat menjadi adipati Wilwatikta, atau adipati Tuban. Pengangkatan Raden Haryo Ronggolawe sebagai bupati Tuban pada 12 November 1293 (Adji, 2014:329). Dan peristiwa tersebut di gunakan sebagai tanda hari jadi kota Tuban hingga saat ini.
Menurut buku Nusantara Sejarah Indonesia bahwa unsur-unsur yang akan memberikan kepada Indonesia aspek luar peradabannya pada abad-abad berikutnya, penetrasi islam dan Cina dan Eropa, sudah ada ketika periode Hindu-Jawa mencapai puncak politiknya (Vlekke, 2008:75). Dapat diketahui bahwa pada masa Hindu-Jawa telah ada benih islam yang akan menjadi besar di masa selanjutnya.
Majapahit muncul menjadi sebuah kerajaan besar setelah mengalahkan kerajaan Daha dan wijaya di nobatkan menjadi raja pada tahun 1293 M bertepatan dengan tahun saka 1215 (Poesponegoro, Marwati Djoened, 2010:453). Dari tahun di atas dapat di ketahui bahwa Ranggalawe hidup di zaman berkembangnya agama Hindu dan Buddha di Nusantara. Kemudian Ranggalawe meninggal pada tahun 1295 M. Dalam kronologi peperangan di jelaskan beberapa sumber. Salah satunya oleh (Poesponegoro, Marwati Djoened, 2010:455-456) menyatakan bahwa:
Ranggalawe yang menyatakan ketidak puasnya terhadap raja, mengapa bukan dia sendiri atau Sora yang dijadikan pati di Majapahit tetapi Nambi, padahal ia merasa lebih berjasa dan lebih gagah berani dan perwira daripada Nambi. Oleh karena itu, iaia pulang ke Tuban ke Tuban dan menghimpun kekuatan. Usaha Wiraraja, ayahnya, untuk menginsafkannya tidak berhasil. Muncullah kemudian tokoh yang merupak biang keladi dari semua kerusuhan di Majapahit, yaitu Mahapati. Dialah yang mengadu pada raja bahwa Lawe mau memberontak. Pertempuran pun berkobarlah antara pasukan Ranggalawe melawan pasukan raja. Peperangan ini terjadi pada tahun 1295 M. Dalam pertempuran itu Lawe gugur di tangan Kebo Anabrang.
Sumber lain yang mendukung tahun kematian adipati Ranggalawe adalah (Adji, 2014:169) menyatakan bahwa:
Pengangkatan Nambi sebagai mahapatih dan bukan Lembu Sora yang lebih berjasa pada Raden Wijaya itu kemudian menimbulkan pemberontakan Ronggolawe atau perang saudara antara Tuban dengan Majapahit yang berlangsung sengit di sungai Tambakberas tahun 1295 M. Perang antara Tuban dan Majapahit berakhir dengan meninggalnya Ranggalawe di tangan Kebo Anabrang.
Suasana keadaan ketika Peperangan antara Wilwatikta (Tuban) dengan majapahit selayaknya perang saudara. Menurut Bayuadhy terkait Ranggalawe adalah bahwasanya Adipati Ranggalawe sigap, tanggap, dan penuh semangat mengumpulkan seluruh prajurit Tuban (Bayuadhy, 2013:325).
Sepeninggal Ranggalawe kedua istrinya yakni Mertaraga dan Tirtawati melakukan adat atau ritual yang ritual itu menunjukkan bahwa Ranggalawe dan keluarganya beragama non-islam yakni bela pati. Kedua putri segera memastikan diri untuk ikut bela pati seiring dengan ajalnya sang suami (Wirawangsa, 1979:107).
Jenazah adipati Ranggalawe di angkat dari sungai. Wirawangsa, 1979:88) setelah di sucikan segera di tempatkan dalam keadaan Terhormat. Jenasahnya sudah di sucikan dan disemayamkan di istana Majapahit. Kemudian terjdi Bela Pati yang dilakukan oleh istri dalam kematian sang Suami. Bahwasanya pada kematiannya Ranggalawe di semayamkan di Istana Majapahit. Dan kini di sebut berada di Tuban.
Dikaitkan dengan munculnya agama Islam di Nusantara dapat di ketahui bahwasanya agama islam berkembang dengan pesat di Nusantara di tandai dengan munculnya pusat kerajaan yang bertumpu pada agama Islam. Perkembanan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan akhirnya pada awal abad ke-15 M muncul suatu pusat kerajaan Islam (Poesponegoro, Marwati Djoened, 2010:3). Berkembangnya agama islam dapat di ketahui pada masa akhir kerajaan Majapahit, sedangkan masa Ranggalawe adalah masa awal kerajaan Majapahit yakni abad ke-13.
Kedatangan islam yang pertama ke Jawa tidak diketahui dengan pasti. Batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangkat tahun 475 H (1082 M) mungkin menjadi bukti konret bagi kedatangan islam di Jawa, meskipun demikian, hal itu belum berarti adanya islamisasi yang meluas di daerah Jawa Timur (Poesponegoro, Marwati Djoened, 2010:4). Dapat diketahui pada abad ke-11 sudah ada orang islam di Jawa, namun belum dapat di artikan adanya usaha islamisasi secara menyeluruh.
Di depan cungkup area situs pemakaman Ranggalawe terdapat tempat untuk menaruh dupa, atau pembakaran lainnya yang berbentuk replika candi sinkrisme. Sinkritisme antara Hindu dan Buddha. Masuknya Mahayana ke Jawa telah terjadi pada abad ke-9 (Wirjomartono, Skada, Sudradjat, Tjahyono, Widodo, Prijotomo, Prajudi, Siregar, Murtiyoso, Saliya, 2009:184).
 Menurut adat pemakaman pada umumnya bahwasanya jenasah akan di upacarakan dan kemudian di simpan, bisa berupa penguburan biasa di tanah, bisa juga di dalam rumah tempat si mati itu inggal ataupun di suatu bangunan khusus (Wirjomartono, Skada, Sudradjat, Tjahyono, Widodo, Prijotomo, Prajudi, Siregar, Murtiyoso, Saliya, 2009:267). Sedangkan menurut Islam di lakukan dengan penguburan dan pemakaman. Problematika terkait pemakaman dari orang-orang yang belum masuk islam juga terjadi pada raja-raja Gowa yang belum memeluk agama islam yakni raja Gowa yang ke-14. Menurut (Wirjomartono, Skada, Sudradjat, Tjahyono, Widodo, Prijotomo, Prajudi, Siregar, Murtiyoso, Saliya, 2009:271) bahwasanya pemakaman dengan penguburan juga di lakukan oleh I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data yang belum islam bangunan penutup itu bahkan berupa kubah di atas dinding.

G. Metode Penelitian
Menurut syamsuddin yang dimaksud metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (syamsuddin,1996:17). Penelitian ini merupakan penelitian sejarah, sehingga metode yang digunakan adalah metode historis. Dengan menggunakan sumber-sumber sejarah dalam menjelaskan penelitian yang berkaitan dengan islam di pesisir Tuban (sunan bonang, syekh maulana asmorokondhi, mbah Bejagung). Dalam penelitian historis terdapat lima tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
a.    Heuristik
Heuristik merupakan pengumpulan data. Dari sumber-sumber sejarah terdapat sumber yang dikatakan sebagai sumber primer, dan ada sumber sekunder. Menurut Sjamsudin (1996:80) sumber primer adalah evidensi atau bukti yang sejaraman dengan suatu peristiwa yang terjadi. Di dalam pengumpulan data sangat di butuhkan adanya sumber dan fakta. Menurut Ali, M sumber sejarah merupakan pengabdian kecil dari keseluruhan kejadian dan peristiwa yang betul-betul pernah terjadi, sedangkan fakta-fakta adalah intisari dari sumber-sumber sejarah (Ali, M. 2005:25). Menururut Sjamsudin (1996:80) sumber primer adalah evidensi atau bukti yang yang sejaman dengan sustu peristiwa yang terjadi. Sumber primer yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1.    Pustaka, sumber primer yang digunakan oleh peneliti adalah buku berjudul “Serat Ranggalawe’ karya R. Ranggawirawangsa. “Cerita Ranggalawe” serta karya sejarawan Slamet Muljana berjudul “Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya”.
2.    Kidung Panji Wijayakrama, Kidung Sorandaka, dan Prasasti Penanggungan. Dari ketiga sumber itu tertulis dan di sebut nama Ranggalawe.
mSelain sumber primer, penelitian ini juga menggunakan sumber sekunder. Sumber sekunder dalam penelitian ini berupa buku-buku penunjang. Selain itu sumber sekunder juga berasal dari sumber lisan. Bagimanapun, tetaplah benar bahwa menulis sejarah apapun dari sumber-sumber dokumen adalah tugas yang hingga kini masih saja sulit dan memerlukan kecerdasan (Thomson, P, 2012:5). Dari pernyataan tersebut maka peneliti membutuhkan Sumber lisan ini dapat di peroleh dari juru kunci situs makam Ranggalawe, bupati-bupati Tuban sekarang yang selalu mengunjungi makam Ranggalawe di beberapa waktu, dari masyarakat sekitar Tuban baik oral Tradisi maupun mitos yang dapat di gunakan pembandin dalam penelitian.


b.    Kritik
Sumber yang telah di peroleh pada tahap heuristik di kritik supaya menjadi data yang valid. Kritik yang dilakukan adalah kritik ekstern dan kritik intern. Kritik adalah menganalisi secara kritis sumber-sumber sejarah (Syamsuddin, 1996:20). Kritik ekstern berkaitan dengan otentitas atau keaslian sumber. Kritik di lakukan baik dari sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber primer yang di kritik adalah sumber pustaka, kritik intern di lakukan dengan menggunakan menganalisis buku pustaka baik isi, membandingkan dari sumber yang satu dengan sumber yang lainnya. Kritik juga perlu di lakukan pada sumber sekunder.

c.    Interpretasi
Setelah sumber di kritik menjadi sebuah data. Maka tahapan selanjutnya adalah interpretasi.  Perjuangan Ranggalawe, Lembu Sora, dan Wiraraja dalam memperjuangkan berdirinya kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya. Ketika kerajaan Daha berhasil di kuasai pemerintahan Majapahit berhasil berdiri dengan kekuatan-kekuatan yang luar biasa. Atas jasanya para pahlawan Majapahit diberi kursi-kursi pemerintahan oleh Raden Wijaya. Ketidak puasan Ronggolawe dalam pembagian ini membuat timbulnya suatu pemberontakan dalam sumber pustaka serat Ranggalawe di sebutkan bahwasanya terjadi peperangan antara Majapahit dan Tuban Peperangan ini terjadi pada tahun 1295 M. Dalam pertempuran itu Lawe gugur di tangan Kebo Anabrang. Pada tahun 1295 M Ranggalawe meninggal dan pada masa itu berkembang agama Hindu Buddha di Jawa khususnya. Dapat di interpretasikan bahwasanya adipati Ranggalawe memiliki agama Hindu, atau Buddha, atau sinkritisme Hindu Buddha.
Kedatangan islam yang pertama ke Jawa tidak diketahui dengan pasti. Batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangkat tahun 475 H (1082 M) mungkin menjadi bukti konret bagi kedatangan islam di Jawa, meskipun demikian, hal itu belum berarti adanya islamisasi yang meluas di daerah Jawa Timur (Poesponegoro, Marwati Djoened, 2010:4). Belum bisa di pastikan bahwasanya adanya situs makam Ranggalawe sebagai bukti bahwa Ranggalawe beragama Islam. Karena pada abad ke-11 tidak bisa di pastikan bahwasanya telah terjadi islamisasi secara besar di pulau Jawa, walaupun tempatnya di Jawa Timur juga. Peneliti menginterpretasi bahwasanya situs makam Ranggalawe muncul bukan karena adipati Ranggalawe beragama Islam, namun lebih kepada penerus atau rakyat Tuban pada masa selanjutnya yang mengabadikan tokoh pahlawannya, dan di makamkan secara adat Islam. Karena adat yang berkembang pada masa selanjutnya adalah agama Islam. Seperti kalanya makam Sunan Bonang adanya cungkup di area makam adalah inisiatif masyarakat Tuban untuk menghormati dan mensucikan jenazah Sunan Bonang.
Pada makam Ranggalawe di Tuban juga di buatkan cungkup, dapat di interpretasikan bahwa masyarakat Tuban senang menghormati jenazah para tokoh dan pahlawannya dengan cara semacam itu. Hal demikian juga di temukan selain di Makam Sunan Bonang, makam Ronggolawe, juga di makam Asmorokondhi, Makam Bejagung Lor, Makam Bejagung Kidul, Makam Syekh Siti Jenar. Hampir ke semua makam itu memiliki cara yang sama yakni di cungkup, nisan di tutup dengan kain putih, dan area cungkup makam di selimuti dengan kain berwarna putih. Dari sekian Makam itu memang yang paling janggal adalah makam Ranggalawe, karena Ranggalawe di ketahui sebagai seorang tokoh yang non islam.
Interpretasi peneliti sangat kuat bahwasanya memang adanya situs makam Ranggalawe di sebabkan oleh faktor masyarakat Tuban itu sendiri dan geografi kota Tuban. Penelitian ini di dasarkan pada penelitian struktural. Kota Tuban pada masa setelah masa Majapahit menjadi kota pemukiman islam pesisir, yang di rasa kental dengan nuansa islam. Akibat letak kota Tuban yang berada di pesisir laut Jawa menyebabkan islam dengan mudah masuk dan berkembang, sehingga makam Ranggolawe di bangun pada masa setelah budaya islam kental di kota Tuban. Karena dalam sumber (Wirawangsa, 1979:88) bahwasanya Jenazah adipati Ranggalawe di angkat dari sungai. setelah itu di sucikan, segera di tempatkan dalam keadaan Terhormat. Jenasahnya sudah di sucikan dan disemayamkan di istana Majapahit.
Dalam Agama Hindu pembakaran jenazah juga akan di ambil abu jasadnya. Interpretasi peneliti selanjutnya yakni bahwasanya yang berada di makam Ranggalawe tersebut adalah abu suci dari pembakaran jasad yang di lakukan melalui upacara sesuai agama Hindu Buddha. Berdasarkan struktur masyarakat Tuban hal itu di gunakan untuk membuat kuburan atau makam yang akan mengabadikan jasad Adipati Ranggalawe selakyanya mengabadikan jasa yang di lakukan oleh Ranggalawe sebagai adipati Tuban.

d.   Historiografi
Tahap historiografi menuntut peneliti dalam merekonstruksi masa lalu, dari tahapan-tahapan yang telah dilakukan. Setelah melakukan tahapan-tahapan di atas, tahapan terakhir adalah tahap historiografi. Dari pengumpulan data, di kritik, di interpretasi, dan di tuliskan secara kronologis

H.  Sistematika
Dalam penulisan penelitian ini, pada BAB I Pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, kajian pustaka, metode penelitian, serta sistematika.
Selanjutnya pada BAB II menjelaskan tentang Masyarakat Tuban baik melingkupi sejarah Singkat, kondisi Demografis dan Geografis, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, dan kondisi politik dan pemerintah.
Pada BAB III membahas terkait kekurangan dari struktur antara lain: hanya berupa generalisasi tidak bisa menyangkut bagian-bagian kecil dalam masyarakat Tuban. Kurangnya bukti otentik dalam gambaran struktur yang jelas.
Pada BAB IV menjelaskan aktivitas untuk menutup kekurangan yakni dengan mengkomparasikan antara makam Ranggalawe dengan makam yang lainnya. Khususnya makam yang beragama non islam pula.
Pada BAB V yakni Penutup yang berisi mengenai kesimpulan dan saran.
Secara lebih rinci sistematika penulisan yang akan di gunakan adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Masalah Penelitian
C.     Tujuan Penelitian
D.    Manfaat Penelitian
E.     Ruang Lingkup
F.      Kajian Pustaka
G.    Metode Penelitian
H.    Sistematika
BAB II POTRET MASYARAKAT TUBAN
A.    Sejarah Singkat Kota Tuban
B.     Kondisi Demografis dan Geografis Kota Tuban
C.     Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya
D.    Kondisi politik dan Pemerintahan
BAB III KEKURANGAN DARI STRUKTUR
A.    Bagian-Bagian daerah yang tidak dapat di generalisasikan
B.     Bukti otentik untuk gambaran Struktur yang jelas
BAB IV KOMPARASI MAKAM RANGGALAWE
A.    Makam Ranggalawe dengan makam islam di Tuban
B.     Makam Ranggalawe dengan Patih yang ada di Tuban
BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR RUJUKAN

Adji, Bayu Krisna. 2014. Babad Bumi Jawa. Yogyakarta: Araska
Adji, Bayu Krisna. 2014. Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan Di Nusantara. Yogyakarta: Araska
Ali, M. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: LKis
Bayuadhy, Gesta.2013. Ranggalawe Mendung di Langit Majapahit. Yogyakarta: DIVA Press
Poesponegoro, Marwati Djoened, 2010 (edisi pemutakhiran). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai pustaka
Poesponegoro, Marwati Djoened, 2010 (edisi pemutakhiran). Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
Sjamsudin, Helius.1996.Metodologi Sejarah.Jakarta:Depdikbud
Thomson, P. 2012. Suara Dari Masa Silam: Teori dan Metode Sejarah Lisan. Yogyakarta: Ombak
Vlekke, B H M, 2008. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG
Wirawangsa, 1979. Serat Ranggalawe. 1979. Jakarta: Depdikbud
Wirjomartono, Skada, Sudradjat, Tjahyono, Widodo, Prijotomo, Prajudi, Siregar, Murtiyoso, Saliya, 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Arsitektur. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada